Rabu, 30 Juli 2008

Nguber KA di Kota Warteg





Kota Tegal...konon disebut sebagai kota warteg. Nah, ketika rekan-rekan IRPS Bandung yang terdiri dari Aryo Wibisono, M Rizky, Bagus W, Asep, serta Pura Krisnamurti mengajakku menyusuri jalur-jalur KA peninggalan SCS (Semarang Cirebon Stoomtrammascapaj), tentu membuatku menjadi senang. Perjalanan pertama dengan start dari Stasiun Semarang Poncol (dulu Stasiun Semarang West) yang merupakan stasiun ujung pada zaman SCS di tahun 1914, adalah menumpang KRD Kaligung Bisnis. Sebetulnya usai makan nasi bungkus yang mak nyoss di dekat depo lok Semarang Poncol, kami mau naik KRD New Kaligung Ekonomi yang baru diresmikan Gub Jateng H Mardiyanto (kini mendagri). Tetapi rencana itu molor ketika KA 1001 dan 1003 benar-benar menggoda kami untuk hunting sejenak sekaligus napak tilas jalur segitiga pembalik yang merupakan fungsi pemutar posisi lok dari long hood menjadi short hood. Selama dalam perjalanan naik KRD Kaligung Bisnis yang kursinya lebih empuk, mirip kursi di dalam pesawat, aku duduk di samping Bagus W dan dalam perjalanan yang di ocehin adalah soal Stasiun Pindrikan sebagai stasiun pertama di Semarang milik SCS. Sayang, rangkaian KRD tidak melintasi bekas Stasiun Pindrikan (Frederick Land) yang kini berubah menjadi kantor agen travel, tetapi kami bisa menyaksikan bekas deponya.
Sesampainya di daerah Gringsing - Batang tepatnya melewati Stasiun Plabuan yang berdekatan dengan bibir pantai laut Jawa, para anggota IRPS Bandung ini asyik memotret dari dalam KRD. Sementara aku asyik duduk nyantai, karena lagi males hunting. Tiba-tiba aku tertidur dan tak disangka sudah nyampai di Stasiun Pekalongan. Terus ketiduran lagi lalu tak disangka sudah nyampai di Stasiun Tegal. Kami langsung berebut turun dari KRD dan aku melihat dari arah barat ada rangkaian ketel Pertamina yang ditarik lok D301. Wah...rangkaian ketel, di Semarang sudah nggak dilewati rangkaian kayak gini. Rupanya rangkaian ketel itu kosong dan hendak ditarik dari depo ketel Tegal kemudian ditarik lok CC201 menuju Maos lewat Purwokerto. Tak lama kemudian kami sempat berebut hunting KA Argo Muria dari arah Jakarta yang singgah di Stasiun Tegal. Setelah KA Argo Muria meninggalkan Tegal, kami langsung nyari tempat makan dan sholat. Eh...tetapi sebelumnya kami sempat hunting gedung bekas kantor SCS yang berdekatan dengan stasiun. Gedung tersebut kini digunakan untuk Universitas Pancasila Tegal. Kata Mas Saleh Purwanto...katanya ada penampakan, mirip Lawang Sewu, bener nggak sih...?
Tibalah waktunya makan siang, aku memilih menu Ketoprak yang rasanya manis-manis pedas...mak nyoss. Memang Tegal kotanya warteg. Setelah sholat Dhuhur, kami melanjutkan perjalanan terakhir di kota udang Cirebon, buat nengok lok CC20015 yang legendaris itu.
Jayalah Kereta Api Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Senin, 21 Juli 2008

Belajar Fotografi KA



BULAN April 2007 aku terkejut ketika namaku terdaftar dengan sendirinya di milis railway photography. Gila, motret dengan jiwa seni fotografi aja aku nggak bisa, cuma dalam taraf belajar, kok namaku di pajang dalam milis railway photography? Siapa yang masang? Tetapi nggak apapa deh, berarti hasil karyaku soal foto kereta api yang masih pas-pasan dihargai oleh mereka yang hobi fotografi, alhamdulilah. Daripada nggak, mendingan buat belajar sekalian. Sebenarnya bicara soal fotografi, aku sendiri bila ingin menciptakan sebuah karya fotografi yang bagus, mesti harus membangun mood dulu baru ngambil obyek yang akan dibidik. Salah seorang rekan fotografer terkenal dari Mata Semarang Photography Club, namanya Pak Agus Wis, kelihatannya berpendirian sama denganku yaitu kalau beliau perlu konsep terlebih dulu baru mengambil obyeknya yang akan di foto. Cuma bedanya, mood yang dibangun dalam fotografi ini harus dibangun secepatnya, tidak bisa menunggu lama seperti ketika aku menulis puisi, buku, atau lagu. Saat itu pula harus muncul. Nah, kalau yang model kayak gini, aku yang kerepotan. Terkadang aku menyesali kenapa nggak kayak temanku yang tadi motretnya kayak gini, dst ...dst...Selain itu modal fotografi yang aku miliki pas-pasan. Saat itu hingga kini aku hanya memiliki 1 kamera digital Kodak C330 yang aku beli tahun 2006. Sering aku minder dengan teman sesama fotografer apalagi wartawan. Selain itu kamera digital yang mini sudah umum dipakai masyarakat, dan aku pikir seorang wartawan kayak aku harus memakai kamera kelas XLR...duh malunya, duit darimana ya aku bisa beli kamera segede itu. Lagi pula gajiku pas-pasan, dan aku hanya mengandalkan honor dari seorang wartawan bukan dari hasil terima amplop (aku sangat tidak suka menerima amplop duit setiap kali meliput). Namun gambaran soal wajib tidaknya seorang wartawan mengenakan kamera XLR terjawab sudah ketika aku mendapat tugas meliput acara bulutangkis di GOR Satria Purwokerto awal Juni 2008 lalu. Ternyata rekan-rekan wartawan dari Jakarta masih banyak yang memakai kamera digital mini bukan XLR, hatiku jadi plong. Kembali ke soal belajar fotografi di kereta api. Ketika aku memiliki kamera digital tahun 2006, aku mulai hobi hunting kereta api. Lama-lama aku gatal ingin mengabadikan kereta api yang lagi lewat, atau berhenti dengan cita rasa fotografi yang tinggi. Kegemaranku memotret kereta api atau obyek apapun selalu dari sudut rendah. Entah kenapa selalu ingin mengambil dari sudut rendah. Kemudian aku hasilkan sebuah karya muktahir pertama berjudul : Sunshine In Poncol Bahkan ketika memotret spoor di Stasiun Mangkang dan Jrakah, aku lakukan dengan sudut rendah agar mendapatkan bidang horisontal dari pemandangan terjauh. Mungkin mood itulah yang muncul pertama kali ketika mengambil gambar apapun. Selain itu aku menyukai gambar yang separuh bayangan (silhoute) karena terinspirasi oleh hasil cover album The Beatles-Meet The Beatles yang menampilkan separuh bayangan. Cara itu aku praktekkan hingga menghasilkan karya Menengok Argo Muria dengan modelnya adalah seorang railfan(pecinta KA) dari IRPS anggota termuda asal kota Pekalongan, Syaeful di dalam kereta Tawang Jaya. Tetapi adakalanya, sebuah hasil karya yang tanpa direncanakan akan menghasilkan karya yang lebih bagus dan mendapat pujian para fotografer atau pengamat fotografi, misalnya pada karyaku berjudul Menyeberang Jembatan Indomie. Ketika karya tersebut aku tanyakan kepada fotografer terkenal Mas Stefanus Hanie, beliau menilai karyaku ini paling baik daripada beberapa foto hasil karyaku lainnya. Yang lain, masih banyak kekurangannya, kata Mas Stefanus. Begitu pula rekan satu kantorku, Mas Dwi N R yang juga jago fotografi turut menaruh penilaian yang bagus bagi karyaku berjudul Menyeberang Jembatan Indomie. Kenapa disebut jembatan Indomie? karena jembatan tersebut pernah dipakai syuting iklan Indomie beberapa tahun silam. Sayang, ketika aku memutuskan keluar dari dunia railfan tanggal 12 Januari 2008, aku mengakhiri kegiatan memotret kereta api ditempat-tempat penting macam Depo Lok Semarang Poncol, Stasiun Semarang Poncol, Stasiun Alas Tuwa. salah satu rekan railfan dari IRPS Semarang yang kerap bersamaku hunting kereta api, Mas Yosanto mengaku nggak punya teman untuk hunting kereta api lagi di tempat-tempat tersebut. Tetapi belakangan, arah kegiatan IRPS Semarang setelah aku mengundurkan diri, denger-denger lebih berorientasi ke preservasi bukan cuma sekedar fotografi. Pasalnya rekan-rekanku dari IRPS Semarang merasa prihatin melihat banyaknya aset-aset kereta api pertama di Indonesia (apalagi kota Semarang sebagai kota kereta api pertama di Indonesia) banyak yang musnah. Semoga preservasi ini membawa hasil, amien. Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Minggu, 13 Juli 2008

Nguber Lokomotif CC204


KETIKA aku masuk ke dalam komunitas pecinta kereta api (IRPS) Indonesian Railway Preservation Society tanggal 12 Desember 2005 dan mulai menikmati kehidupan bermilis di IRPS dan keretapi, aku sering mendengar lokomotif CC204. Seperti apa sih lok CC204 yang kabarnya merupakan lokomotif dengan sistem komputerisasi? Cerita itu hanya aku temukan dalam milis terutama teman-teman railfan (pecinta kereta api) dari kota Yogya, Bandung, dan Jakarta sembari menunjukkan nih fotonya CC204 di milis keretapi. Lho kok bentuknya mirip lok CC201? Ternyata lok CC201 generasi I seperti CC20111 telah di ubah ke dalam lok diesel elektrik berkomputerisasi oleh Bengkel Yasa Pengok Yogya dan PT INKA Madiun. Menerut teman-temanku di milis bahwa ada 7 unit lokomotif CC201 yang disulap menjadi CC204, salah satunya yang aku ingat ya CC20111 menjadi CC20402. Baru pada tahun 2006 didatangkan lokmotif CC204 yang wajahnya mirip lok CC203 yaitu CC20408, CC20409, CC20410, bahkan rencananya sampai CC20413. Mudah-mudahan unit terakhir ini nggak membawa sial berhubung memakai no. 13. Sebelumnya ada lok yang angker milik Depo Lok Yogya Tugu yaitu CC20145, setelah diruwat baru keangkerannya hilang. Lokomotif CC204 generasi kedua ini dibuat oleh General Electrick LokIndo yang kantornya satu komplek dengan PT Inka Madiun. Lantas yang dimaksud dengan lok diesel elektrick berkomputerisasi itu apa? Adalah lok diesel elektrik yang didalamnya menggunakan komputerisasi terutama untuk mendeteksi kerusakan yang akan terjadi pada lokomotif itu sendiri. Jadi sebelum lok itu rusak beneran, komputer telah mendeteksi dan menunjukkan posisi kerusakan pada lokomotif sehingga harus segera masuk "rumah sakit" Bengkel Yasa Yogyakarta, sebelum terlanjur parah. Belakangan sebanyak 10 unit lok CC201 generasi pertama juga mesinnya di rebuild dan menggunakan sistem komputerisasi seperti lok CC204, namun namanya masih tetap lok CC20101 s/d CC20110 cuma ditambahi embel-embel"r"(rebuild) di belakang no seri: CC20101r s/d CC20110r. Saat aku ke Bandung bulan Januari 2007 lalu, aku menyempatkan diri foto di depan lok CC204 di Depo Lok Bandung, sekedar buat kenang-kenangan. Aku langsung ngebayangin kasarnya mesin lok CC201 dan CC203 ketika melaju dengan kecepatan 120 km/jam bahkan penuh goncangan. Jadi beda dengan lok BB301, BB303, BB304 yang masuk kategori lok diesel hidrolik dengan mesin yang halus. Lantas bagaimana dengan CC204 ya? Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Mencari Jejak Stasiun KA Pertama Indonesia

MENCARI jejak stasiun kereta api pertama di Indonesia, memang amat sangat sulit. Stasiun kereta api pertama di Indonesia bukan Stasiun Semarang Tawang, atau Stasiun Ambarawa, atawa Stasiun Gambir. Melainkan Stasiun Tambak Sari alias Stasiun Kemijen. Konon pembangunan stasiun kereta api ini dimulai pada tanggal 10 Juni 1864 alias 108 tahun sebelum aku lahir di muka bumi Semarang ini. Yang membangun adalah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda namanya NIS (Nederlands Indische Stoomtrammascapaj) dengan mempekerjakan tenaga dari bangsa pribumi tanpa di beri upah dan makan alias kerja paksa. Akibatnya pembangunan stasiun KA pertama ini berikut jalurnya sepanjang 25 km ke arah Tanggung-Grobogan, menelan korban jiwa cukup banyak. Sayang, usia Stasiun Kemijen tak berumur lama, pada tahun 1914 NIS melirik tanah di wilayah Tawang Semarang dan ditempat tersebut dibangun Stasiun Semarang Tawang sebagai stasiun ujung (terminus cop) untuk jalur KA milik NIS. Akibatnya Stasiun Kemijen terbelah dua menjadi Stasiun Semarang Gudang dan Halte Kemijen. Bicara tentang Halte Kemijen, sebelumnya banyak yang salah kaprah kalau halte tersebut adalah Stasiun Kemijen. Akibatnya di milis keretapi pernah muncul perdebatan seru antara aku dengan temanku sesama railfan (pecinta kereta api) tentang kebenaran Stasiun Kemijen atau Halte Kemijen. Titik terang tentang salah kaprah itu baru terjawab ketika aku menghadiri rapat anggota IRPS (Indonesian Railway Preservation Society) Semarang di rumah Bang Yos (B Yosanto) tak jauh dari Stasiun Alas Tuwa Semarang. Walau aku sudah mantan IRPS, namun aku datang ke acara itu untuk sosialisasi PeKAMatra (Peduli Kereta Api Masinis Putra), lembaga sosial peduli tenaga kerja kereta api yang bertugas memotivasi pekerja kereta api. Saat itu Pak Tjahjono Raharjo yang dosen Unika Sugiyopranoto Semarang mengatakan bahwa pernah muncul salah kaprah pengertian antara Halte Kemijen dengan Stasiun Kemijen. "Yang betul bangunan mirip stasiun kecil di dekat kilang minyak Kemijen itu bukan Stasiun Kemijen tetapi Halte Kemijen," kata Pak Tjahjono. Pembicaraan soal Stasiun Kemijen dan Halte Kemijen makin gayeng ketika kami sepakat untuk melakukan penelitian terhadap situs sejarah bekas Stasiun Kemijen. Dalam bayangan kami, seandainya dalam penelitian dan penggalian nantinya berhasil menemukan situs mungkin berupa pondasi tiang bekas bangunan yang sudah terendam air rob, maka kami akan merasa senang bukan kepalang. Terus terang, untuk bangunan stasiun KA di kawasan Pengapon-Kemijen Semarang, semuanya sudah punah. Stasiun Kemijen sudah 94 tahun lenyap, sedangkan Halte Kemijen sudah musnah 18 tahun silam, dan Stasiun Semarang Gudang yang asli berbentuk mirip bangunan Stasiun Bogor, juga sudah lenyap, sehingga hanya menyisakan bangunan kecil bekas bagian kantor Semarang Gudang yang kini berfungsi sebagai Stasiun Semarang Gudang kedua. sedih rasanya dengan hilangnya bangunan stasiun bersejarah di Semarang. Seandainya sejak zaman tahun 1970-an sudah ada IRPS, mungkin bangunan itu tak akan dilibas habis anak manusia tak bertanggung jawab.Jayalah kereta api Indonesia...Semboyan 40/41.
Nugroho Wahyu Utomo

I Love You BB...

AKU bangga menjadi anak Semarang yang mungkin hampir setiap hari bisa menyaksikan lokomotif icon nya kota Semarang, iconnya Daop IV PT Kereta Api (Persero) yaitu lokomotif BB200. Lokomotif BB200 ini merupakan lokomotif diesel elektrik produksi General Motor EMD (Electrick Motive Diesel) AS tahun 1957. Didatangkan ke Indonesia sebanyak 35 unit, dengan populasi terbanyak dikirim ke Depo Lokomotif Semarang Poncol 26 unit dan perlahan tapi pasti menggeser peran lokomotif uap C27 dan C28 yang saat itu menginap di Depo Lok Semarang Poncol. Sisanya lokomotif BB200 dikirim ke Depo Lok Kertapati sebanyak 4 unit dan Depo Lok Tanjung Karang 1 unit. Empat lok BB200 dikembalikan ke tempat asalnya pada tahun 1968 karena kondisinya kurang baik.Pada tanggal 5 Agustus 2007, bersama dengan anggota IRPS (Indonesian Railway Preservation Society) menggelar syukuran bersama sekaligus peringatan 50 Tahun Lok BB200 di Stasiun Semarang Tawang. Semula IRPS Semarang bekerja sama dengan Daop IV PT Kereta Api (persero) mempreservasi lok BB20029. Namun pada bulan Juni 2007 lok BB20021 juga ikut dirias menjadi warna lokomotif zaman DKA (Djawatan Kereta Api). Hingga dua orang perwakilan dari General Motor EMD harus menitikkan air matanya seraya mengamati hasil karya pabriknya masih bisa beroperasi bebas di Indonesia, sementara di negara lain sudah pada keok semua karena kekurangan suku cadang. Mungkin usia lok BB200 di Semarang juga tak akan lama karena suku cadangnya sudah habis. Namun selama 50 tahun lebih si "BB" telah melayani jutaan umat manusia yang menumpang kereta api mengelilingi Pulau Jawa. I Love You BB... memlesetkan sebuah lagu milik The Changchutters. Jayalah Kereta Api Indonesia... Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Rabu, 09 Juli 2008

Hore...Ketemu Donal Bebek


Ketika aku akan menjadi anggota IRPS tahun 2005, aku ngobrol dengan Mas Bowo (Mighty Bowo) di Stasiun Semarang Tawang, seminggu setelah lebaran tahun 2005. Dalam obrolannya sembari menunjukkan foto melalui kamera digitalnya, Mas Bowo sempat menunjukkan lokomotif donal bebek. Donal Bebek? Ya, lokomotif itu memang bukan lokomotif bermuka tokoh kartun Walt Disney, tetapi dua kaca di kabin masinis di design lebih lebar dari ukuran kaca lok CC201 lainnya. Kalau kaca depan kabin lok CC201 adalah berbentuk bujur sangkar, maka lok CC201 donal bebek berbentuk empat persegi panjang posisi vertikal. Akibatnya kaca yang lebar itulah mirip dengan mata tokoh kartun Donal Bebek, sehingga para railfan biasa menjuluki lok donal bebek. Lantas bagaimana aku bisa mendapatkan foto-foto lok donal bebek? Karena lok itu mirip Depo Lok Purwokerto (CC20156), Yogyakarta (CC20147), dan Jatinegara (CC20176), maka aku harus berkunjung ke depo-depo itu. Gila, mana ada waktu untuk berkunjung ke sono? Akhirnya pada awal tahun 2007 tepatnya di bulan Januari, aku berhasil mengabadikan lok CC20156 tengah menarik rangkaian ketel Pertamina ke arah barat di Stasiun Solo Balapan. Ceritanya aku tengah berada di dalam kereta Senja Bengawan yang ditarik lok CC201141r milik depo lok SMC di sekitar Depo Lok Solo Balapan. Ternyata rangkaian Senja Bengawan yang akan ditarik ke Solo Jebres via Solo Balapan harus bersilangan dengan KA dari arah timur, dan yang melintas dari timur adalah lok CC20156 (donal bebek) menarik ketel Pertamina. Aku langsung cepat-cepat mengabadikan rangkaian ketel plus loknya itu dan keesokan harinya saat rapat IRPS di kota Yogya, aku tunjukkan pada Mas Bowo tentang keberhasilanku mendapat foto lok donal bebek. Beberapa bulan berikutnya, aku mendapati lok CC20147 yang juga Donal Bebek tengah tidur di dalam Depo Lok Yogya Tugu. Sebelumnya, Mas Yos ( B Yosanto) mendapati lok CC20176 milik Depo Lok Jatinegara tengah tidur di Depo Lok SMC, dan ia mengabariku tentang keberadaan lok tersebut, tetapi aku berhalangan hadir di depo lok SMC. Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41. Nugroho Wahyu Utomo

Kehilangan Teman Ngobrol

Selasa malam Rabu (8/7), aku mendapatkan sms dari Kepala Depo Lokomotif Semarang Poncol Dwi Prio P atau akrab disapa Pak Prio. Beliau mengirimkan pesan melalui sms bahwa sejak minggu pertama bulan Juli 2008 telah ditempatkan di Depo Lok Jatinegara Jakarta. "Wah...aku kehilangan teman ngobrol tentang kereta api," kataku. Sosok Pak Prio memang berbeda dengan yang lain. Walaupun sudah berstatus sebagai Kepala Depo Lok Semarang Poncol(SMC) saat itu menggantikan Bapak Suyatno yang purna tugas, namun beliau sangat dengan rekan-rekan IRPS Semarang. Sebelum menjadi Kepala Depo Lok SMC, tepatnya diposisikan di bagian rencana dan organisasi Depo LOk SMC, beliau sangat ramah. Satu hal yang aku suka adalah beliau sangat respect terhadap tulisan-tulisan kereta api karyaku yang dimuat di rubrik Wacana Lokal atau Wacana Nasional Harian Suara Merdeka sepanjang tahun 2007-2008. Posisi beliau yang sangat dekat dengan rekan-rekan IRPS termasuk aku, bukan berarti menjadikan aku untuk bertindak seenaknya (ngelunjak). Ada sebuah kisah lucu yang aku alami ketika bertemu pertama kali dengan beliau. Tepatnya pada bulan November 2005, untuk kali pertama aku blusukan ke Depo Lok Semarang Poncol. Di siang hari yang terik itu kebetulan di depo tengah ada acara Halal Bi Halal karyawan depo lok SMC bahkan pake hiburan band segala. Siang itu aku berencana mau motret lok-lok yang stabling di depo, tetapi sebagai orang Jawa tentunya untuk melakukan kegiatan itu harus kulonuwun (permisi) dulu dengan orang depo. Sendirian, aku memberanikan diri minta izin motret, padahal orang depo belum kenal aku begitu sebaliknya. Aku melihat sosok pria dengan rambut tipis mengenakan seragam biru tua. "Permisi pak, minta izin motret, dari penggemar kereta api, temannya Mas Bowo (Mighty Bowo)," kata aku dengan lugu. "Oh...silahkan," kata pria berrambut tipis itu. Kenapa aku menyebut nama Mas Bowo? Soalnya sehari sebelumnya aku sempat curhat dengan Mas Bowo kalau takut motret dan masuk ke depo lok SMC. "Masak sih gitu aja takut, kemarin aku motret di sono nggak masalah," kata Mas Bowo. Akhirnya keesokan harinya aku nekat menuju depo. Dan ternyata dengan menyebut nama Mas Bowo, pria dari depo tadi malah menaruh percaya dan memberi kebebasan padaku untuk memotret. Setahun kemudian ketika hubungan IRPS Semarang dengan Depo Lok SMC sudah semakin kental berkat kegiatan preservasi lok BB20029, ternyata pria berambut tipis yang pernah aku minta izin tak lain dan tak bukan adalah Pak Prio. Sedangkan beliau mengizinkan aku motret saat aku menyebut nama Mas Bowo, karena dikira aku temannya Pak Bowo (Ka Ur Los Luar Depo Lok SMC, kini jabatannya apa aku kurang tahu). Padahal yang aku maksud Mas Bowo adalah Mighty Bowo - railfan asal Jakarta yang juga anggota IRPS, bukan Pak Bowo orang depo. He he he he...salah paham yang membawa keberuntungan...bukan kemarahan. Sejak itulah aku semakin akrab dengan Pak Prio. Ok, selamat bertugas Pak Prio di Depo Lok Jatinegara. Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41. Nugroho Wahyu Utomo

Senin, 07 Juli 2008

Motret KA Ketel BBM Sepuasnya


JUJUR saja sebenarnya aku lebih suka melihat dan memotret KA Barang, baik itu KA Anta Boga, KA penarik gerbong kricak, KA penarik TTW, KA penarik GGW termasuk Pusri. Soalnya pemandangannya jauh lebih menarik dan tidak membosankan. Bicara soal KA Ketel BBM, pada hari Sabtu di bulan Juli 2007, aku berkesempatan mengunjungi Stasiun Rewulu Yogyakarta bersama railfan lain yang diadakan Majalah KA. Sampai di sono, ternyata sedang ada proyek double track yang belum rampung. Begitu turun dari bis rombongan, aku langsung ngacir motret rangkaian ketel BBM yang ditarik lok CC20302 tengah stabling di sebelah barat stasiun. Sementara rombongan tengah briefing di peron stasiun. Salah satu pimpinan rombongan dari Majalah KA yaitu Dian Pujayanti sampai jengkel melihat ulahku yang langsung ngacir hanya untuk motret rangkaian ketel BBM. Habis, di Semarang sudah nggak ada lagi KA BBM yang melintas. Dulu pada tahun 1979 malam hari aku pernah melihat rangkaian ketel BBM yang panjang ditarik lok BB200 berjalan ke arah barat melintasi Stasiun Semarang Poncol. Jadi begitu melihat KA BBM di Stasiun Rewulu Yogya, aku mirip orang katrok (kampung) yang nggak pernah lihat KA BBM ...langsung jepret sana jepret sini. Kalau petugas setempat marah-marah, maka senjataku saat itu adalah ID Card IRPS (waktu itu aku masih menjadi anggota IRPS Semarang) mirip wartawan yang tengah meliput saja. Kebetulan lagi di leherku terkalung ID Card media tempatku bekerja, jadi kalau ada apa-apa siapa takut...he he he.
Nah, ketika ketel BBM yang stabling tadi akan diisi ke kilang minyak Rewulu, aku memilih nggak ikut ke sono bersama beberapa teman railfan. Lumayan, bisa motret KA yang melintas dari arah barat dan timur. Dan sudah jadi tradisi KA di lintas selatan, mentang-mentang double track...jalannya kuenceng-kuenceng...wuss wusss wuss...! Dari dulu KA lintas selatan jalannya lebih kenceng ketimbang lintas utara. Bikin aku gagal motret Lok CC20145 yang katanya angker lagi naik rangkaian KA bisnis dari arah barat. Entah KA apa namanya, yang tahu cuma railfan saking New Yorkarto Hadiningrat (maksudnya Yogya). Kalau lintas selatan Jateng, aku memang nggak tahu KA yang kerap melintas di sono. Misalnya KA Bima saat ini wujudnya kayak apa, KA Taksaka itu kelasnya apa, dll. Sampai suatu ketika aku berhasil mengabadikan KA penumpang dari arah barat ditarik lok CC20325 dengan sudut rendah dan tengah posisi menikung hingga hasilnya bagus banget...lalu aku tulis KA Sancaka...terus diposting di milis keretapi...seluruh railfan se Indonesia langsung ngakak abis, bahkan ada yang sakit perut lantaran kebanyakan ngakak. Hampir seluruh railfan se Indonesia bilang di milis keretapi: mas NWU, masak Sancaka kok lewat ke arah timur? Ya begitulah buta hurufku terhadap KA di lintas selatan, sampai kini masih buta huruf.

Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41


Nugroho Wahyu Utomo

Minggu, 06 Juli 2008

Stasiun Semarang Gudang yang Malang





TAHUN 1978 aku diajak oleh bapakku tepatnya pada hari minggu ke sebuah tempat yang disebut sebagai spoorland. Dalam benakku waktu itu, spoorland adalah stasiun kereta api lain di kota Semarang. Ketika sampai di lokasi yang letaknya di sebelah timur Stasiun Semarang Tawang, yang aku lihat hanyalah hamparan tanah seperti ladang rumput menguning dengan jajaran rel kereta api, gerbong barang jenis GW, ketel BBM, serta lokomotif diesel D301, dan BB300. Tak ada bangunan stasiun maha besar seperti Semarang Tawang atau Semarang Poncol. Namun yang maha besar adalah spoornya yang tak terhitung jumlahnya. Di dekat kilang minyak Pertamina ada bangunan stasiun lengkap dengan semacam rumah sinyal kuno dari kayu, orang menyebutnya itu Stasiun Kemijen (hingga saat ini aku masih meyakini bahwa itulah Stasiun Kemijen, tetapi temanku yang lain justru menyanggah...terserah dehh ...capek dehhh....dehhh). Di Stasiun Kemijen itu terdapat aktifitas langsir gerbong barang atau ketel Pertamina yang ditarik lok D301 dan BB200. Pada jalur rel KA yang paling tengah, dan aku yakini sebagai sepur lempeng (jalur utama) tiba-tiba melintas lok BB301 dari arah timur menarik rangkaian kereta eksekutif (entah namanya KA apa, soalnya aku masih kecil belum tahu nama-nama KA) berjalan kencang hendak memasuki Stasiun Semarang Tawang. Pemandangan itu kemudian mirip dengan rangkaian Argo Bromo Anggrek melintas dari arah timur menuju Stasiun Semarang Tawang ditarik lok CC203. Mobil yang aku tumpangi bersama bapakku berhenti di sebuah tanah yang disampingnya terdapat bangunan gudang dan jajaran rel (spoor) beserta gerbong barang GW, gerbong kricak bak terbuka, dll. Tiba-tiba salah satu rel dari arah Stasiun Semarang Tawang masuk lok BB200 menarik rangkaian ketel bertuliskan Tatas (baca :Tetes) yang akan mengangkut tetes tebu milik PG Rendeng di Kudus. Namun sebelum ke kota kretek itu, lok BB200 hanya meng oper rangkaian ketel Tatas tadi dan selanjutnya ke kota kretek ditarik lok kecil D301. Lantas apa nama tempat aku dan bapakku nongkrong yang dipenuhi gudang, spoor, gerbong barang, dll itu? Ya itulah Semarang Gudang di tahun 1978.
Dua puluh sembilan tahun kemudian, tepatnya September tahun 2007 aku bertandang ke Stasiun Semarang Gudang yang sudah berubah hampir 100%. Ladang rumput menguning kini tak kutemui lagi. Kini berubah menjadi danau rob atau penampung banjir hujan hingga menenggelamkan spoor yang dulu tersebar merata. Rel KA dari Stasiun Semarang Tawang yang dulu pernah dilintasi lok BB200 menarik ketel Tatas, kini besi relnya sudah banyak yang raib. Perangkat wesel elektrik mangkrak dan onderdilnya dijarah penjarah yang terkutuk. Bahkan yang bikin aku mbrebes mili adalah besi rel di bawah gerbong Pusri, raib disikat maling. Menurut penjaga Stasiun Semarang Gudang yang aku temui, bahwa pihaknya tak berani berbuat apa-apa lantaran aksi penjarahan dilakukan berkelompok lebih dari lima orang, sehingga apa boleh buat pihak stasiun dibantu Daop 4 PT KA pernah meminta bantuan keamanan dari Brimob.
Stasiun Semarang Gudang tercatat terakhir dilalui KA Anta Boga dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tahun 2003, sedangkan KA yang lewat terakhir adalah rangkaian KA Pusri pada bulan Agustus 2006. Setelah itu tak ada lagi aktifitas KA melintas atau stabling di Stasiun Semarang Gudang. Bagi yang ingin berkunjung ke Stasiun Semarang Gudang, sebaiknya hati-hati bila membawa barang mahal, karena tempat tsb rawan kriminalitas. Dan jangan kaget bila di sepanjang jalan menemui orang bertelanjang dada dengan tato memenuhi tubuhnya serta pasang muka seram. Itulah wajah Semarang Gudang yang malang.
Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Jumat, 04 Juli 2008

Lok BB200 Bersuara Klakson Lok Uap

Pada bulan Juli 1979, minggu malam senin, bukan malam minggu looh, aku dan keluarga mengantar adik ibuku beserta putranya pulang naik kereta api ke Jakarta. Waktu itu aku masih ingat rangkaian kereta api kelas eksekutif yang berangkat dari spoor 1 Stasiun Semarang Tawang pukul 21.00 WIB ditarik lokomotif CC200 (tetapi aku ingat no serinya). Tepat pukul 21.00, rangkaian kereta api (entah namanya apa) berjalan meninggalkan spoor 1 Stasiun Semarang Tawang menuju Jakarta. Tetapi aku dan keluargaku tidak langsung pulang ke rumah. Aku sempat melihat ada lok BB200 berjalan di spoor 4 kalau nggak salah tengah berjalan pelan lalu berhenti. Tetapi semboyan 35 nya kok bukan suara semboyan 35 khas lok diesel yang bunyinya tueeennn.... malah bunyinya mirip semboyan 35 lok uap, bahkan bener-bener lok uap yang bunyinya kuuuk....kuuuk... Lucunya saat itu aku nggak melihat ada lok uap tengah stabling di Stasiun Semarang Tawang. Dugaanku saat itu, lok uap tengah berada di samping lok BB200 sehingga bodinya tertutup lok BB200 dan lagi lok uap yang ngumpet di balik BB200 tadi nggak menyalakan lampu walau malam hari. Aku masih ingat dongeng dari Pak Naryo (pensiunan masinis Depo Lok Semarang Poncol) bahwa konon masinis lok uap zaman dulu kalau cuma langsir atau jalan malam nggak pake lampu sudah biasa, terkadang lampunya cuma lampu mirip lampu minyak seperti lok uap kecil yang melintas di jalur-jalur cabang dan kini sudah tidak aktif macam jalur cabang Semarang-Rembang, Kedungjati-Tuntang-Ambarawa-Magelang-Yogyakarta, Secang-Temanggung-Parakan, Wonosobo-Purwokerto, Purwokerto-Purbalingga, dll. Lucunya dulu jarang sekali ada lok anjlok dari rel. "Kalau anjlok ya kita dongkrak sendiri bersama juru api," kata Pak Naryo. Jayalah kereta api Indonesia. Semboyan 40/41.
Nugroho Wahyu Utomo

Ritual Pamitan Untuk Lok CC20015

MUNGKIN ini ritual yang agak nyeleneh dilakukan olehku ketika pamit dengan lokomotif CC20015 di Depo Lok Cirebon tanggal 30 Juni 2007 lalu. Bersama beberapa teman railfan dari IRPS aku mengunjungi Depo Lok Cirebon sekedar menengok The Legend Of CC20015 yang kabarnya saat itu tengah teronggok sakit lantaran remnya nggak berfungsi. Sementara lok CC20008 dan CC20009 telah menjadi jasad yang tersemayamkan di dalam los Depo Lok Cirebon. Kasihan banget tuh CC20015, bak lok sebatang kara. Ketika aku akan pulang ke kota Semarang, aku menyempatkan diri mencium bodi depan lok CC20015 sebagai salam perpisahan. Dalam hati, aku mbrebes mili dan berat hatinya meninggalkan lok CC20015. Saat itu aku berpikir, kalau bayaranku per bulan= komedian Tukul Arwana yang mencapai milyaran, aku ingin mendanai perbaikan dan perawatan lok CC20015. Kini kabarnya lok CC20015 sudah bisa jalan lagi, dan kata teman railfan di Jakarta, Mas Bowo (Mighty Bowo), lok CC20015 mau digunakan sebagai lok penarik kereta yang didalamnya dilengkapi kafe sembari menikmati perjalanan wisata. Alhamdulilah...Jayalah kereta api Indonesia. Semboyan 40/41 Nugroho Wahyu Utomo

Pertama Kali Melihat Lok Uap




PERTAMA kali menyaksikan lok uap dari dekat adalah di Stasiun Premboen (dekat Stasiun Kebumen) pada lebaran ke-2 tahun 1979. Jadi bukannya di Museum KA Ambarawa. Saat itu mobil yang membawa seluruh anggota keluargaku mampir sebentar di Stasiun Premboen. Aku lalu diturunkan dari mobil. Karena berdesak-desakan suasana di peron stasiun, maklum waktu itu banyak yang mau mudik naik KA, maka tubuhku yang masih kecil terpaksa dibopong kakakku agar aku bisa melihat kereta api yang stabling di stasiun. "Tuh sepur," kata kakakku. Aku sedikit heran, sepur kok bentuknya kotak warnanya hitam, kok nggak kotak warna kuning - hijau ya? Oh ternyata yang aku lihat bagian belakang dari lok uap. Hah, lok uap? Gila man, baru pertama kali aku melihat lok uap berjalan dari dekat, padahal sehari-hari kalau di Semarang yang dilihat lok diesel warna kuning hijau. "Wow, sepur koboi datang," kataku menyebut lok uap sebagai sepur koboi karena hanya bisa disaksikan di film-film koboi Amrik. Bagi railfan yang sudah pernah nonton lok uap dari dekat atau pegawai PJKA (waktu itu) bisa menyebutku sebagai railfan katrok...nggak apapa, yang penting bisa melihat langsung dalam sejarah hidupku lok uap, ukurannya gede lagi, lebih gede dari lok uap di Ambarawa. Mungkin segede lok uap di Cibatu-Jabar. Lok uap yang aku saksikan itu adalah lok D52045 produksi Krupp Jerman yang didatangkan ke Indonesia tahun 1950. Jadi lok uap ini merupakan lok uap pertama yang datang ke Indonesia paska Indonesia bersatu lagi setelah menghadapi pertempuran melawan sekutu 1945-1950. Bahkan lok uap D52 juga diresmikan oleh Presiden Soekarno (tahunya lihat dari gambar di Majalah Tempo, kalau salah ya dibetulin sendiri...he he he). Tahun 1980 saat aku di kota Yogyakarta untuk kali kedua, aku menyaksikan lok uap D52 (no serinya agak lupa) tengah menarik rangkaian kereta barang dari arah barat memasuki Stasiun Tugu Yogyakarta. Waktu itu sebelah barat Stasiun Tugu masih terdapat perlintasan, kini sudah dibangun viaduct. Terakhir melihat lok D52 sedang langsir dari Stasiun Premboen ke arah barat...entah mau kemana, mau dirucat kali (soalnya setelah itu aku nggak pernah melihat lok D52 berseliweran) di Cibatu-Jabar. Kalau jalan hentakannya bukan suara juss..juss..juss, melainkan jrung..jrung..jrung mirip pondasi tiang pancang tengah dipancangkan. Tetapi suatu malam di tahun 1984, aku yang tinggal 3 km dari jalur kereta api Yogyakarta-Solo, mendengar ada kereta api melintas dengan suara kenceng dan keras serta diselipi suara tuuiiit...tuuiiit....(mirip semboyan 35 lok uap), apakah benar yang menarik lok D52? Kalau ya, mungkin itu ucapan selamat tinggal buatku yang akhirnya bikin aku waktu itu jadi mbrebes mili...Jayalah kereta api Indonesia...Semboyan 40/41.
Nugroho Wahyu Utomo

Peduli Nasib Kereta Api Indonesia

Salam KA!Salam Semboyan 35!!
Dunia perkeretaapian Indonesia sudah selayaknya untuk diperhatikan. Banyak sekali kasus anjloknya kereta api di berbagai daerah di Pulau Jawa atau Sumatra. Semua ini kembali pada sumber daya manusia di perkeretaapian yang masih minim. Selain itu masyarakat menganggap sinis dan remeh terhadap moda transportasi massal ini lantaran sudah memiliki moda transport sendiri yaitu mobil atau sepeda motor. Tak heran rangkaian kereta penumpang menjadi longgar alias kosong. Sedangkan kemacetan jalan raya semakin tak terkendali. Pemerintah lebih peduli terhadap pelebaran dan pembangunan jalan raya, mengakibatkan rel kereta api menjadi korban penggusuran. Aset-aset prasarana kereta api musnah tertimbun tanah, rumah, dan sejenisnya. Bahkan ada yang punah dibawa penjarah. Kondisi ini semakin menurunkan pendapatan bagi dunia perkeretaapian kita. Apalagi disaat BBM naik diikuti naiknya biaya hidup, membuat manusia semakin susah untukn mempertahankan hidup. Apa lacur, sarana dan prasarana kereta api menjadi sasaran rucat hanya untuk mencukupi kebutuhan.
Daripada di rucat, dan agar kereta api Indonesia tetap bertahan begitu pula sarana dan prasarana tua bisa terjaga kelestariannya seperti cagar budaya lainnya, maka blog ini mengajak para pecinta kereta api untuk peduli terhadap orang-orang dibalik kinerja perjalanan kereta api, mulai dari masinis, juru api, petugas pengatur perjalanan kereta api, kru depo lok-kereta-mekanik, penjaga perlintasan, pemeriksa jalan rel, dll, agar mereka tetap semangat menjalankan tugas di tengah keterpurukan bangsa saat ini.
Jayalah kereta api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo