Senin, 08 Desember 2008

Menengok Stasiun Kutoarjo

Mendengar nama Stasiun Kutoarjo yang terletak tak jauh dari Kabupaten Purworejo Jateng bagian selatan, pasti ingatanku adalah stasiun KA ini pada tahun 1960-an, 70-an, dan 80-an menjadi tempat mangkal lokomotif uap. Padahal saat itu aku belum pernah menginjakkan kaki di stasiun itu. Baru menginjakkan kaki di stasiun itu justru hari Kamis (4/12-08). Lantas dari mana aku bisa tahu kalau di Stasiun Kutoarjo itu dulu menjadi tempat mangkal lokomotif uap? Ceritanya saat aku masih kecil-kanak-kanak dan SD, aku pernah diajak keluargaku menengok kakek-nenek sekaligus saudara di Prembun (dekat Kebumen). Setiap kali pulang dari Prembun menuju Semarang atau Yogya, selalu melewati Stasiun Kutoarjo yang relnya ada di tepi jalan raya Yogya-Kebumen-Kroya. Dari jalan raya aku kerap melihat ada deretan lok uap D52 dan C28 lagi stabling di depo, depan stasiun (langsir), atau mau menarik rangkaian KA penumpang yang catnya masih kuning ijo waktu itu. Asap hitam yang membumbung tinggi dari cerobong asap lok uap D52 atau C28 juga kerap terlihat jelas dari jalan raya. Mirip asap dari cerobong asap pabrik gula.
Rasa penasaranku terhadap Stasiun Kutoarjo muncul ketika aku memutuskan rehat dari kegiatan liputan termasuk bikin tulisan selama tiga hari. Aku memutuskan menyepi di rumah kakakku di kota Yogya sejak Rabu (3/12-08) hingga Jumat (5/12-08). Dari kota Semarang aku naik KRD Pandanwangi yang ditarik lokomotif diesel elektrik legendaris produksi General Motor USA, BB20021. Sayang, perjalanan ke Solo Balapan sebelum oper ke KRDE Prameks sempat tersendat lantaran track di Stasiun Semarang Tawang ada masalah dengan wesel elektriknya, belum silangan dengan beberapa KA di stasiun antara Brumbung-Salem, termasuk perbaikan rel di beberapa tempat yang bikin KA harus berjalan dalam posisi semboyan 2b (15 km/jam) dan 2c (5 km/jam). Akibatnya aku ketinggalan KRDE Prameks yang pukul 12.30 WIB ke Yogya di Solo Balapan karena KRD Pandanwangi baru masuk Solo Balapan pukul 12.45 WIB. Baru ada KRDE Prameks lagi pukul 14.45 WIB yang berangkat menuju Tugu-Yogyakarta. Sesampainya di kota Yogya, keesokan harinya aku harus naik KRDE Prameks jurusan Kutoarjo yang berangkat pukul 06.45 WIB dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Selama satu jam perjalanan, akhirnya aku tiba di Stasiun Kutoarjo yang bangunannya sudah sangat berubah, mirip Stasiun Gambir Jakarta. Kesan kuno-klasik-jadul sudah sulit aku temukan di stasiun ini. Justru yang asli tinggal kusen pintunya. Sedangkan bangunan depo lok, kantor depo, dan mess untuk masinis masih terlihat klasik dan kuno banget, sehingga amat sangat sedap dipandang mata bagiku yang mengagumi sesuatu yang kuno-klasik. Aku lalu pergi menengok saudaraku di Prembun tepatnya di Pandorekan. Setelah sejam bertandang ke rumah saudaraku (saudara sepupu), aku lalu balik lagi ke Stasiun Kutoarjo. Ngapain kalau bukan motret dan nonton KA yang singgah dan melintas di stasiun itu. Padahal jarum jam masih pukul 10.00 WIB, sedangkan KRDE Prameks dari Stasiun Tugu baru masuk pukul 14.45 WIB. Aku manfaatkan untuk memotret lok di depo seperti lok BB30006 yang sudah dicat kuning ijo, lok BB30016, termasuk KA yang singgah-melintas yaitu KA Argo Lawu, Lodaya, Taksaka, Pasundan, Argo Wilis (2 arah), Fajar Utama Yogya, termasuk KLB yang menarik KRDE (railbus) untuk Sumatera Selatan dari PT Inka Madiun yang ditarik lok CC20145 milik depo lok Yk. Sayang, aku nggak sempat memotret KA ketel Pertamina dari Rewulu - Cilacap atau KA barang (kurs angkutan semen). Soalnya setelah KLB + lok CC20145 singgah di spoor 2 stasiun itu, KRDE Prameks masuk di spoor 4 dan langsung balik lagi ke Tugu Yogya dan selanjutnya menuju Solo Balapan.
Ketika aku motret-motret di Stasiun Kutoarjo itu, salah seorang petugas stasiun bertanya padaku mau kemana dan naik kereta apa. Aku bilang kalau mau naik Prameks. Petugas itu heran mendengar jawabanku karena aku terlalu pagi menunggu di stasiun. Lalu aku jawab kalau waktunya digunakan memotret KA. "Buat koleksi pak, soalnya baru hari ini datang di stasiun ini, aslinya dari Semarang," kata aku menerangkan sejelas mungkin untuk mengurangi rasa curiga petugas padaku. Pasalnya petugas itu dari tadi mengamatiku setiap kali ada KA lewat selalu membidikan kamera digital. Aku lalu bercerita cas cis cus soal KA yang bikin petugas itu heran. Tujuannya sekali lagi biar dia nggak curiga dan berpikiran negatif tentang kehadiranku di Stasiun Kutoarjo. "Wah, ternyata anda lebih tahu dari saya ya?" kata petugas itu.
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo



Problema KRD Pandanwangi

Ada-ada saja yang dialami KRD Pandanwangi dalam melaksanakan tugas perjalanannya mengantar penumpangnya Semarang - Solo pp. Sejak KRD ini diluncurkan tahun 2002 dan melakukan trip hingga Stasiun Tugu Yogya sampai dengan tahun 2004 hanya sampai Solo Balapan, KRD ini memiliki beraneka ragam masalah. Pertama faktor penumpang yang minim karena pihak Daop IV dan Daop VI PT KA kurang promosi, Kedua faktor mesin KRD yang semakin aus hingga akhirnya harus ditarik lokomotif. Ketiga adalah faktor ketepatan dan kecepatan waktu tempuh karena kondisi track Semarang - Solo itu sendiri. Itu belum penyebab lainnya misalnya prasarana yang rusak karena faktor alat itu sendiri, alam, atau oknum tak bertanggung jawab. Seperti halnya di Semarang yang kerap diserang banjir. Mau banjir rob atau banjir akibat hujan, tetap merepotkan. Ketika aku mengadakan perjalanan ke Yogya lewat Solo dengan naik KRD Pandanwangi hari Rabu (3/12), ada-ada saja halangannya. KRD Pandanwangi yang ditarik lok BB20021 ternyata penumpangnya nggak begitu banyak. Udah gitu ada bangku yang rusak tak terawat. KRD Pandanwangi yang mesinnya sudah nggak berfungsi sehingga harus ditarik lok BB20021 yang sudah tua (51 tahun), akhirnya tinggal spoor (istilah untuk KA, kalau pesawat terbang istilahnya tinggal landas) dari spoor 2 Stasiun Semarang Poncol pukul 08.45 WIB. Ketika masuk ke Stasiun Semarang Tawang, ternyata di spoor 3 ada KA 1003 yang menarik rangkaian kurs angkutan semen hendak menuju Stasiun Semarang Poncol. Ternyata KRD Pandanwangi yang nongkrong di spoor 1 Stasiun Semarang Tawang memang cukup lama berhenti. Ada sekitar 30 menit lebih. Usut punya usut ada wesel elektrik di wesel pertama dari arah timur stasiun yang mengalami kerusakan akibat arus pendek setelah terkena banjir rob di sekitar wesel. Akibatya wesel yang semula habis dilalui KA 1003, tidak bisa dikembalikan normal lagi. Petugas pun diturunkan ke lapangan untuk memperbaiki dan akhirnya pukul 09.30 WIB KRD Pandanwangi yang ditarik lok BB20021 diberangkatkan menuju Solo Balapan. Bisa ditebak, KRD Pandanwangi ngebut dari Stasiun Semarang Tawang - Alas Tuwa-Brumbung, kecuali melalui perbaikan rel di bawah jembatan fly over dekat perlintasan Jalan Kaligawe. Karena beberapa halangan itulah membuat KRD Pandanwangi baru masuk ke Solo Balapan pukul 12.45 WIB, padahal aslinya harus masuk Solo Balapan pukul 12.00 WIB dan diberangkatkan lagi pukul 13.00 WIB ke Semarang Poncol. Melihat kondisi KRD Pandanwangi yang semakin mengenaskan karena mesinya tidak berfungsi, penjual makanan bebas berkeliaran di dalam kereta, kursi yang rusak, lantai dan kaca yang kotor, apakah Daop IV PT KA bisa lebih peduli dengan salah satu armadanya ini? Aku pernah mengusulkan kalau jalur Semarang-Solo sebaiknya dioperasionalkan KA penumpang biasa, bukan KRD, mengingat medannya yang berbelok-belok dan menyebabkan KRD cepat mengalami kerusakan mesin karena gardan rodanya menghantam pipa oli untuk transmisi mesin diesel hidroliknya. Keleluasaan bogi roda KRD dengan kereta penumpang biasa jelas berbeda karena lebih leluasa kereta penumpang. Itulah sebabnya lebih klop memakai kereta penumpang daripada KRD seperti yang dilakukan pada saat jaya-jayanya KA Pandanaran dan saat itu mengandalkan lokomotif BB200 yang melenggang hingga Solo dan Yogya.
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo