Sabtu, 30 Agustus 2008

Nyepur Jarak Dekat

Lagi suka nyepur jarak dekat. Itulah yang aku alami selama ini. Entah kenapa ketika aku memanfaatkan waktu luangku selain menjadi wartawan dengan menggelar penelitian KA, pulangnya menuju kota Semarang aku kerap naik KA murah meriah kelas ekonomi dan turun di Stasiun Semarang Poncol. Lantas KA apa yang aku naiki sepulang dari penelitian? Jawabnya adalah KA Feder Bojonegoro jurusan Semarang-Bojonegoro pp yang melintas 2 trip setiap harinya. Aku kerap berdesak-desakan dengan penumpang lain di dekat pintu kereta. Dan pernah saat pulang dari Stasiun Brumbung tanggal 10 Agustus 2008 silam, aku turun dari kereta dengan kaki yang tidak bisa digerakkan. Mirip orang yang kakinya kram. Untung hal itu tak berlangsung lama, walau aku harus berjalan keluar Stasiun Semarang Poncol dengan jalan sedikit pincang. Kejadian lainnya adalah saat aku pulang dari Stasiun Brumbung tanggal 28 Agustus 2008. Saat KA Feder Bojonegoro masuk Stasiun Alas Tuwa, KA ternyata bersilangan dengan KA Pandanwangi yang ditarik lok BB20021 dari arah barat. Pulangnya sampai di Stasiun Semarang Poncol, aku kehujanan dan tentu saja basah kuyup. Padahal malamnya mau pergi meliput di Taman Budaya Raden Saleh Semarang. Ya nasib. Jayalah KA di Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Penelitian Tiada Henti



Penelitian tiada henti. Ya itulah yang aku lakukan ketika pikiran tengah jenuh oleh berbagai kegiatan liputan. Liputan yang semakin berat, dan honornya yang keluar besar tetapi keluar agak telat, memang sempat bikin frustasi. Aku sampai stress sendiri memikirkan persoalan-persoalan kekurangan finansial untuk kegiatan liputan. Belum, tabungan yang semakin berkurang, bukannya tidak bertambah. Padahal aku lagi menabung untuk menunaikan ibadah haji setelah itu menikah. Tak ada jalan lain. Aku harus membuat tulisan opini tentang KA di media-media. Tetapi opini yang aku buat ini berdasarkan penelitian di lapangan. Kalau di muat, ya lumayan bisa dapat duit dari honor tulisan itu. Namun honor tersebut tidak langsung menggemukkan tabunganku. Satu-satunya jalan aku harus banyak melakukan penelitian dan membuat tulisan di beberapa media, bukan cuma satu media. Aku bingung, mau ditaruh di mana tulisanku yang semakin banyak itu. Di media X misalnya, aku bingung kalau tidak dimuat plus tidak ada jawaban sama sekali dari redaksi yang bersangkutan. Terus terang aku bukan siapa-siapa dalam hal penulisan opini apalagi penelitian. Posisiku hanyalah seorang peneliti "Kemarin Sore" yang masih kalah dengan peneliti di tingkat perguruan tinggi dengan gelar profesor doktor dan menghasilkan beberapa buku penelitian. The show must go on...penelitian tetap jalan sekaligus untuk merefresskan pikiranku. Saat jalan KA eks Semarang Joana Stoomtrammascapaj (SJS) di tepi Jalan Kaligawe mulai terlihat untuk pelebaran Jalan Kaligawe, aku langsung terjun ke lokasi melakukan penelitian. Begitu pula dengan kondisi terakhir Museum KA Ambarawa yang semakin tidak aman karena banyak jalan akses bebas masuk ke lingkungan stasiun, sementara perangkat pendukung lokomotif termasuk prasarana lainnya bisa dengan mudahnya dijarah. Kalau dibiarkan, perjuangan anggota IRPS dan Daop IV PT KA bisa sia-sia. Maka sekali lagi aku membuat makalah penelitian itu. Beberapa hasil penelitianku yang telah dimuat di Suara Merdeka memang sudah cukup banyak. Sebut saja misalnya Transportasi Kedungsapur yang menyoroti tentang diaktifkannya kembali jalur-jalur KA mati (lintas cabang) untuk mengurangi kepadatan lalin jalan raya dan kemacetan lintas KA akibat adanya PLH (kecelakaan). Tulisan tersebut dimuat sekitar bulan Mei 2007 silam, dan menjadi tulisan opini pertama tentang KA yang dimuat di Suara Merdeka. Penelitian terakhir yang aku lakukan dengan menghasilkan beberapa tulisan di media Suara Merdeka adalah tentang Pengamanan Jalur KA Di Musim Kemarau, Optimalisasi Jalur KA Ambarawa-Tuntang, dan KA Atasi Kelangkaan BBM. Pengamanan Jalur KA di Musim Kemarau merupakan tulisan hasil penelitian di Stasiun Alas Tuwa Semarang setelah melihat kejadian kebakaran pada bantalan kayu rel di dekat sinyal masuk di sebelah barat. Kemudian Optimalisasi Jalur Ambarawa-Tuntang adalah penelitian di lintas kedua stasiun itu untuk dikembangkan menjadi jalur KA Wisata bertarif murah meriah dan KA barang guna meningkatkan sektor perekonomian kedua daerah. Kalau KA Atasi Kelangkaan BBM merupakan tulisan yang muncul ketika aku melihat betapa Depo Lok Semarang Poncol terus merugi dengan setiap harinya memesan minimal 6 kali 16.000 l solar untuk bahan bakar lokomotif. Memang Depo Minyak Pengapon tidak dimanfaatkan lagi dengan membuka jalur ke sana yang telah tenggelam rob untuk mengambil BBM lokomotif? Cuma satu tulisanku yang aku buat bukan berdasarkan dari penelitian di lapangan, tetapi dari syudy pustaka yaitu Trem Transportasi Ramah Lingkungan. Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41 Nugroho Wahyu Utomo

Sabtu, 09 Agustus 2008

Trend 80-an Dalam Kereta Api





Tidak cuma musik atau lainnya yang mengikuti trend 80-an. Kereta api pun latah mengikuti trend 80-an. Buktinya, beberapa lokomotif sempat disulap menjadi lokomotif era PJKA dengan ciri khasnya warna kuning(krem) ijo lengkap dengan tanda roda bersayap di bodi depan - belakangnya. Ide menjadikan lok dengan warna khas DKA atau PJKA ini bermula ketika IRPS (Indonesian Railway Preservation Society) pada tahun 2002 ingin menyelamatkan lokomotif CC20015 yang teronggok di Depo Lok Cirebon. Ide ini disambut positif oleh Daop III PT KA sekaligus PT KA pusat di Bandung. Kemudian dilakukan preservasi melalui program Friends Of CC200. Hasilnya lok CC20015 yang mesinnya merupakan kanibal dari mesin lok CC20008 dan CC20009 akhirnya bisa dihidupkan dan bisa tampil dengan gaya PJKA berwarna kuning-krem-ijo. Lokomotif CC200 merupakan lokomotif diesel elektrick pertama buatan General Electrick - Alco (American Locomotif Co) yang didatangkan ke Indonesia tahun 1953 sebanyak 26 unit dan sempat diresmikan penggunaannya oleh Presiden RI I Ir Soekarno. Era masuknya lokomotif CC200 merupakan awal dari dieselisasi lokomotif di Indonesia setelah sebelumnya menggunakan lokomotif uap. Menurut Ka Depo Lok Semarang Poncol Darmadi bahwa keperkasaan lok CC200 yang diesel elektrick sempat diadu dengan lok uap yang jauh lebih canggih yaitu lok D52. Hanya selang tiga tahun pemerintah RI membeli lokomotif D52 dengan CC200. Lokomotif D52 dibeli tahun 1950 dan merupakan lokomotif paling mumpuni tetapi rawan ledakan produksi Krupp Jerman. "Sayang, ketika saya sedang senang-senangnya menjalankan lok uap D52, tiba-tiba lok tersebut harus diberhentikan dinasnya dan akhirnya dibantai," kata Pak Darmadi yang mulai bertugas di lingkungan PT KA sejak tahun 1981. Sementara itu lok CC20015 setelah dapat dihidupkan kembali tahun 2003 akhirnya menjadi lok yang bertugas mengantar gaji pegawai per petak stasiun sekaligus feder bagi KA Cireks sampai di Brebes. Selang tiga tahun kemudian giliran lok BB200 yang dipreservasi oleh IRPS Semarang dengan bekerja sama dengan Daop IV PT KA. Lok BB200 yang dipilih untuk dipreservasi sempat beraneka ragam. Aku waktu menjagokan lok BB20013 yang mesinnya masih bandel dan anti rewel. Pak Yatno (Ka Depo Lok SMC waktu itu) menjagokan lok BB20008. Sedangkan Pak Rono Pradipto (Ka Daop IV) menyukai lok BB20023. Entah kenapa tiba-tiba ketiga pilihan tadi tak ada yang tepat, dan pilihan kemudian jatuh pada lok BB20029. Padahal lok tersebut kerap rewel di jalan. Lucunya ketika dirias menjadi lok era PJKA, BB20029 nggak rewel di jalan lagi. "Mungkin dia lebih suka dicat model kayak gitu," seloroh salah seorang kru Depo Lok SMC. Namun bukan cuma BB20029 saja yang disulap menjadi lok zaman PJKA, kakaknya BB20021 juga kebagian jatah dibuat cantik seperti zaman PJKA dulu atas usulan Daop IV PT KA. Dan kedua lok kakak beradik tadi dijalankan untuk menarik rangkaian KLB (kereta luar Biasa) 140 Tahun Perkereta Apian Indonesia Semarang-Tanggung-Kedungjati tanggal 10 Agustus 2007. Tak mau kalah dengan saudara sepupunya yang menginap di wilayah Daop IV, lok BB201 pun juga turut dirias menjadi lok bergaya PJKA. Pilihan kemudian jatuh pada dua lok BB201 yang masih hidup yaitu lok BB20103 dan BB20110. Kemudian lok D300 di depo Lok Cilacap yaitu lok D30029 juga di cat model PJKA. Terakhir tanggal 6 Agustus 2008 Depo Lok Semarang Poncol juga menyulap lok D30127 menjadi lok bercat ala PJKA. Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41 Nugroho Wahyu Utomo

Rabu, 06 Agustus 2008

Ada Hantu di KA Gumarang

Pernahkah anda naik kereta api lalu di dalamnya ada hantu berkelabat mengganggu perjalanan anda? Kalau pernah, berarti pengalaman anda mirip dengan pengalamanku. Ceritanya aku baru saja pulang dari kegiatan railtracking bersama IRPS Bandung dengan finish di Stasiun Kajaksan Cirebon sabtu 30 Juni 2007. Aku beli tiket KA Gumarang untuk balik ke Semarang, tetapi oleh petugas loket aku tidak mendapatkan tempat duduk. Ok deh, nggak masalah yang penting aku bisa pulang dengan selamat sampai di rumah di Semarang. KA Gumarang yang aku tumpangi baru masuk Stasiun Kajaksan Cirebon pukul 20.30 WIB. Selama perjalanan pulang dengan KA Gumarang yang ditarik lok CC20320, aku bercakap-cakap dengan penumpang lain yang kebetulan nggak dapat tempat duduk dan memilih berdiri di dekat pintu kereta. Pria berusia sekitar 40 tahunan yang aku ajak ngobrol tersebut rupanya juga akan pulang ke Semarang dan tinggal di kampung halamannya komedian Thukul Arwana di Purwosari Perbalan tak jauh dari Stasiun Semarang Poncol. Ketika KA Gumarang masuk ke Stasiun Sragi (sebelum Pekalongan) pukul 00.15 WIB untuk bersilangan dengan KA lain dari arah berlawanan, tiba-tiba bapak yang berada di samping berteriak ada anak kecil duduk di gandengan kereta. Aku langsung melongok ke arah gandengan dan benar ada anak kecil hanya bercelana pendek, telanjang dada, kepala gundul, badan kurus tengah duduk di gandengan kereta. Anehnya anak kecil itu tidak memperlihatkan wajahnya dan kedua tangannya hanya dalam posisi seperti para tawanan perang Romusha atau kerja rodi di zaman Belanda. Aku meminta turun penumpang gelap itu dan anak kecil itu mau turun dengan pelan-pelan. Lalu anak kecil itu berjalan ke arah rel yang akan dilalui KA dari arah berlawanan. Sementara itu polisi yang berjaga di dalam kereta langsung memerintahkan para petugas untuk menutup pintu kereta bila anak kecil itu masuk. Tetapi anak kecil itu terus berjalan ke arah barat dengan menyusuri rel yang akan dilalui KA dari belakangnya. Tak lama kemudian dari kejauhan nampak sorot lampu lok CC201 yang menarik rangkaian KA melaju dengan kencang sambil membunyikan semboyan 35 nya. Aku berteriak pada anak kecil itu agar menyingkir, tetapi tidak digubris. Dan ketika KA mulai mendekat dalam jarak sekitar 1 meter dari anak kecil itu, tiba-tiba anak kecil itu menghilang ke semak-semak yang gelap di samping rel. Semula aku menduga ia anak yang tengah stress karena nggak lulus ujian. Tetapi pikiranku yang lain termasuk pikiran bapak di sampingku menyebutkan kalau itu adalah hantu. Bisa jadi ia hantu korban penyiksaan zaman kerja Rodi atau Romusha lalu gentayangan selama bertahun-tahun. Nah, kalau tiba-tiba aku menolong anak kecil tadi yang nyaris tertabrak KA, lalu anak kecil itu menghilang, tentu aku hanya dijadikan sebagai tumbal biar aku mati tertabrak KA. Itulah kerjaan hantu yang suka jahil dan mengerjai manusia. Memang kalau aku melihat kawasan Sragi baik stasiun maupun pabrik gulanya, merupakan bangunan kuno yang angker peninggalan zaman kolonial. Jadi wajar bila di daerah tersebut ada hantu gentayangan. Aku tiba di Semarang pukul 02.00 dini hari.Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41 Nugroho Wahyu Utomo

Nyaris Dicium Argo Muria

Kehidupan manusia dan makhluk lain di dunia merupakan rahasia Allah SWT. Kalau memang sudah saatnya ...ya apa boleh buat. Namun manusia senantiasa berdoa kepada Allah SWT ketika tengah melaksanakan tugas, seperti yang dialami oleh aku ketika setelah mengikuti Jumpa Pers Ratu di Star Queen hari Sabtu petang di bulan November 2006, aku nekat bertandang ke Depo Lok Semarang Poncol. Turun dari boncengan sepeda motor temanku, aku langsung meniti rel utama dari pintu perlintasan Stasiun Semarang Poncol Jalan Hasanudin Semarang. Setiap aku meniti rel, aku selalu menengok ke belakang atau kedepan termasuk menatap lampu sinyal keberangkatan Stasiun Semarang Poncol yang saat itu aku lihat menyala merah...berarti tak ada KA yang lewat...aman bagiku untuk terus berjalan. Tak lupa aku membaca doa yang pernah diajarkan mendiang Mbah Kolil (KH Kolil Bisri, seorang tokoh agama terkenal dari Rembang)...berkali-kali aku mengucap dalam hati...Sollalohu Ala Muhamad...dst sebagai upaya melindungi diri bila terjadi apa-apa pada diriku. Benar...tak jauh dari tubuhku yang baru saja meninggalkan spoor Stasiun Semarang Poncol, nampak dari samping Depo Lok Semarang Poncol ada lok CC201141r yang menarik rangkaian Argo Muria dengan mata melotot (lampu menyala). Aku terkejut dan langsung meloncat ke samping kanan rel sambil bergegas mengambil kamera digital dari dalam tasku. Alhamdulilah ...selamat...nggak ketabrak KA, kalau ketabrak ...ya udah tamat riwayatku di usia 34 tahun. Saat mengambil gambar rangkaian Argo Muria yang akan bertolak ke Jakarta Gambir, sang masinis melambaikan tangan ke arahku. Rupanya masinis itu mengenalku sebagai railfan (pecinta KA) yang kerap bertandang ke depo Lok Semarang Poncol. Walau selamat dari ciuman KA Argo Muria, namun saat itu jantungku masih empot-mpotan, mulutku seolah tak mampu berbicara apa-apa, sambil memikirkan kenapa tadi saat menengok ke belakang lampu sinyal keberangkatan masih merah tahu-tahu didepan ada rangkaian KA Argo Muria yang melaju kenceng banget. Apakah aku tengah dikerjain oleh makhluk halus sekitar rel yang selalu mengincar orang tengah berjalan di atas rel sambil melamun? Padahal aku posisi tengah awas, sambil membaca doa-doa agar terhindar dari bencana kecelakaan. Tetapi berkat doa itulah aku beruntung seolah ada yang mengingatkan aku agar mataku menatap ke depan dan di depan sana ada KA Argo Muria yang mau lewat...ya Allah SWT telah membimbingku untuk menyingkir dari mara bahaya.
Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo

Selasa, 05 Agustus 2008

Melacak Bekas Jalur KA Semarang-Rembang





Seperti apa sih jalur kereta api Semarang-Demak-Kudus-Pati-Rembang? Pertanyaan itu terus berkelabat dalam pikiranku pada saat usia 10 - 11 tahun ketika pertama kali aku naik KRD jurusan Plabuhan - Batang tahun 1983. Dua tahun kemudian, aku mulai menemukan jawabannya saat mengikuti tour bersama pasukan SD Pangudiluhur Yogyakarta ke kota Rembang. Dalam setiap perjalanan, nampak di tepi jalan raya ada rel kereta api yang saat itu entah masih terpakai atau sudah tidak aktif. Kalau dilihat dari bentuknya masih utuh sedikit dihiasi rerumputan di sekelilingnya. Namun jawaban itu baru aku peroleh ketika aku sudah duduk di bangku kelas I SMP tahun 1985, aku menyaksikan lok D301 tengah langsir atau stabling di depan Pabrik Jamu Nyonya Meneer Semarang tepatnya tepi Jalan Kaligawe Semarang. Kalau membayangkan peristiwa saat itu sama dengan menyaksikan pemandangan KA melintas di tengah kota seperti di Gladag - Solo (lintas Solo-Wonogiri). Kemudian pada tahun 1986 aku sempat menyaksikan rangkaian KA Feder Semarang-Demak yang ditarik lok D301 dengan rangkaian kereta penumpang dari kayu (mirip di Ambarawa) bersiap-siap berangkat di spoor 5 Stasiun Semarang Tawang. Corong di Stasiun Semarang Tawang langsung memberi info...KA jurusan Demak segera diberangkatkan. Aku baru teringat pada tahun 1979 pernah diajak bapakku melihat-lihat KA di kawasan Kemijen dan Semarang Gudang, nah saat mobil yang aku tumpangi akan menyeberang di jalur Halte Kemijen dengan Stasiun Semarang Tawang, nampak KA yang ditarik lok D301 tengah berhenti menanti sinyal masuk dibuka. KA itu sarat penumpang terutama para ibu-ibu yang akan berjualan di pasar. Ya...itulah KA jurusan Semarang-Demak-Kudus-Rembang saat masih aktif. Pemandangan lain ketika KA di jalur peninggalan Semarang Joana Stoomtrammascapaj masih aktif masih tahun 1979, aku juga menyaksikan rangkaian ketel (4 ketel bertuliskan Tatas (baca:Tetes)) melintas di tarik lok BB200 di Semarang Gudang, kemudian ditarik menuju jalur Semarang-Rembang di Halte Kemijen oleh lok D301, karena untuk ke jalur Semarang-Rembang tidak bisa dilalui lok besar macam BB200 atau CC201, jadi harus lok kecil macam D301/D300. Tahun 1996, 2000, 2002, 2003, 2004, 2005, hingga 2008, aku menyaksikan jalur KA Semarang-Rembang sudah ditutup. Dalam pandangan mataku nampak relnya semakin lama semakin menghilang ditelan pelebaran jalan raya atau bangunan rumah penduduk. Tahun 1996-2002, aku masih sempat menyaksikan Jembatan berkerangka baja yang melintang di atas Sungai Banjirkanal Timur Semarang dan Sungai Serang Kudus. Namun tahun 2003 kedua jembatan tersebut harus dieksekusi oleh para jagal besi tua. Aku sempat melihat bagaimana "mbrebes mili" nya badan jembatan ketika dirucat (dihancurkan) oleh para tukang besi dengan mendapat pengawasan dari pihak PT KA (Persero). Beberapa tubuhnya nampak diamputasi menjadi beberapa bagian. Aku tahu jembatan itu "mbrebes mili" dan seolah mengatakan sesuatu padaku...can you help me? Aku tak bisa berbuat banyak saat itu selain menuliskan komentar melalui surat pembaca di Suara Merdeka edisi November 2003. Menyusuri jalur KA Semarang-Demak-Kudus-Rembang pernah aku lakukan bersama Mas Deddy Herlambang (Koord Wil IRPS Semarang) pada tahun 2006, namun hanya sebatas sampai di Demak. Bangunan Stasiun Demak di bagian spoornya, sudah berubah menjadi hamparan pasir karena pengaruh garam yang merusak struktur bangunan emplasemen stasiun(bangunan ini difungsikan sebagai gudang penyimpan garam). Selain itu aku sempat menyaksikan Jembatan Kalijajar yang masih melintang kokoh dan luput dari pembantaian para jagal besi tua. Kini jembatan itu digunakan sebagai jembatan jalan raya oleh penduduk setempat. Aku dan Mas Deddy juga mendapat penjelasan kalau di Buyaran dan Sayung -Demak ada stasiun dan halte. Tetapi yang dapat ditemui hanya Stasiun Buyaran dengan bekas sinyal yang masih menjulang tinggi. Kemudian perjalanan menyusuri Semarang-Demak berakhir di Halte Genuk yang kini berubah menjadi bengkel motor. Sebelum berpetualang di jalur Semarang-Demak, aku dan Mas Deddy juga sempat mencari-cari bekas jalur ke arah Jepara, tetapi hasilnya nihil. Tahun 2008, aku mendapat sms dari seorang railfan di Rembang yang menyebutkan lok D30130 pernah melintasi jalur KA Semarang-Rembang. Kebetulan aku punya fotonya ketika masih berjaya di tahun 1970-an. Seandainya jalur KA Semarang-Rembang masih aktif sampai kini, tentu angka kemacetan lalu lintas akan dapat diatasi dan yang penting aku bisa melihat KA melintas di depan kantor Redaksi Suara Merdeka di tepi Jalan Kaligawe.Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41 Nugroho Wahyu Utomo

Senin, 04 Agustus 2008

Sepatu Yang Berjasa ...5 Bulan Ganti

Bertugas menjadi seorang kontributor Majalah KA di Semarang memang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Bagaimana tidak? Setiap hari setelah liputan di tempat lain rampung, atau kalau memang saatnya meliput untuk urusan KA, maka mau tak mau harus berjalan di atas hamparan batu kricak yang merupakan balas bagi landasan rel kereta api. Apa boleh buat ketika tengah berjalan di atas balas, landasan sepatu yang lemah menyebabkan cepat berlubang tertusuk oleh tajamnya batu kricak di hamparan balas itu sendiri. Akibatnya setiap kali habis pulang dari kegiatan liputan kereta api, sepatu akan cepat memar di bagian landasannya, dan dalam waktu hitungan lima - enam bulan, landasan sepatu itu akan cepat bolong. Nah, kalau udah gitu urusan ganti armada sepatu pun dimulai, keluar duit buat beli sepatu baru, jebol lagi lima-enam bulan terus beli lagi ...dst. Seorang teman wartawan menyarankan padaku agar membeli sepatu boat karena terlihat lebih awet. Weehh...masak liputan acara di tempat lain harus make sepatu gede macam itu, apa nggak lucu? Apa mesti menenteng sepatu dua pasang, entar kalau udah sampai tempat kereta api ganti sepatu yang lebih gede? Repot bung!! Akhirnya mau tak mau sepatu yang cepat blong itu nggak aku pedulikan, yang penting kalau udah nggak layak ganti aja. Lebih penting lagi aku bisa dapat gambar dan berita KA untuk dikirim ke redaksi Majalah KA via email. Pokoknya ...enjoy aja. Nggak usah jadi wartawan Majalah KA pun kalau suka motret KA juga nantinya sepatu cepat jebol,...betul????
Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41.
Nugroho Wahyu Utomo

Minggu, 03 Agustus 2008

Menyepi Di Alas Tuwa



Siapa pun orangnya, kalau diejek atau diremehkan, tentu akan muncul perasaan tidak suka. Sepulang dari tempat kerja (Jumat, 1/8-2008) yang saat itu berisi orang-orang menyebalkan, aku memilih merefreshkan pikiran dan melupakan pernyataan-pernyataan orang-orang yang sirik padaku. Kemana aku akan pergi menyepi atau mencari hiburan? Ke toko kaset/ compact disc atau tempat penjualan kaset/ compact disc antik, rasanya membosankan karena barang yang dipajang masih itu-itu saja. Maklum dua-tiga hari lalu aku baru dapet kaset album milik jebolan Deep Purple yaitu Rainbow dengan albumnya berjudul Dificult To Cure, sebuah album yang memuat satu komposisi milik Beethoven : Symphony No.9. Yang lain, belum ada minat. Mau tak mau, aku menyambangi tempat yang dulu sering aku singgahi untuk motret kereta api yaitu Stasiun Alas Tuwa. Sesampainya di stasiun, aku masih merasa asing dengan petugasnya, sehingga mau masuk aja rasanya sungkan...soalnya belum kenal. Setelah berkenalan dengan Pak Kadir yang saat itu tengah tugas sebagai Pengatur Perjalanan K A (PPKA), akhirnya aku dapat infot dari beliau kalau rel singgah kereta ada yang ambles. Segera aku menuju lokasi tempat amblesnya rel kereta untuk melakukan penelitian, siapa tahu penelitian ini bisa menjadi bahan untuk tulisan. Benar, posisi spoor singgah 2 yang berdekatan dengan bangunan stasiun sebagian miring ke utara dan mendekati wesel miring ke selatan. Padahal posisi rel belok ke utara. Kondisi ini akan membahayakan rangkaian kereta pun lokomotifnya anjlok. Karuan aja bila pihak stasiun tidak mengizinkan KA melintas di jalur yang ambles itu lantaran dianggap membahayakan, sampai ada perbaikan. Selama di Stasiun Alas Tuwa, aku sempat menyaksikan persilangan antara KRD Pandanwangi yang ditarik lokomotif CC20179 milik Depo Lok Jatinegara dengan KA Argo Bromo Anggrek yang ditarik lokomotif CC20312. Aku menyukai kerja PPKA stasiun yang masih menggunakan wesel dan sinyal manual apalagi saat mengirimkan sinyal ke stasiun berikutnya tentang keberangkatan kereta api. Selain menyaksikan KRD Pandanwangi yang ditarik lok CC20179 dan KA Argo Bromo Anggrek yang ditarik lok CC20312, aku juga sempat menyaksikan KRD Bojonegoro dari arah timur melintas dengan ditarik satu KRD New Kaligung Ekonomi. Wah KRD nya masih sering mogok, dan nggak ada lok yang mau narik, akhirnya diambil satu KRD New Kaligung Ekonomi. Pulangnya aku memilih naik KA Feder Bojonegoro yang ditarik lok CC201138r dan turun di Stasiun Semarang Poncol. Usai pulang dari Stasiun Alas Tuwa, lumayan pikiranku kembali fresh, nggak ada beban omongan orang-orang sirik lagi. Jayalah Kereta Api Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo