Jumat, 17 Oktober 2008

Selamatkan Lok Uap Ambarawa (2-habis)

MINIM TENAGA
Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di Museum KA Ambarawa dan Depo Lok Ambarawa, bahwa jumlah tenaga yang mampu menjalankan lokomotif uap semakin berkurang. Sementara informasi yang diperoleh bahwa nantinya bila lok uap tersebut jadi dibawa ke Sumbar dan Solo, akan melibatkan tenaga dari Museum KA Ambarawa, baik itu tenaga masinis maupun teknisi. Lantas siapakah yang akan mengoperasikan dan merawat lok uap di Ambarawa yang tersisa dan masih aktif? Siapakah yang akan melayani para pengguna KA Wisata yang telah mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk paket perjalanan itu? Berkurangnya jumlah tenaga operasional KA Wisata khususnya lok uap justru akan membawa bencana bagi Museum KA Ambarawa. Akibatnya KA Wisata lintas Ambarawa-Bedono tidak beroperasi. Pengunjung kecewa dan pemasukan Museum KA Ambarawa hanya mengandalkan lori wisata Ambarawa – Tuntang serta tariff masuk museum, akan merosot drastis.
Sementara itu Daop IV PT Kereta Api (Persero) sendiri telah melakukan kesalahan besar dengan lambatnya regenerasi masinis dan teknisi di lingkungan Depo Lok Ambarawa. Menurut Pujiono, para masinis lok uap yang telah menjalani masa pensiun, masih sanggup diminta bantuannya menjalankan lok uap. Namun apakah selamanya akan menggantungkan dari mereka. Bukan bermaksud mengecilkan kemampuan lantaran telah pensiun, namun mereka yang senior hendaknya segera membagikan ilmu nya kepada yunior dan selanjutnya terjadi estafet dalam hal perawatan dan operasional lok uap. Apalagi dengan rencana penarikan dua lok uap keluar dari wilayah Museum-Depo lok uap KA Ambarawa yang melibatkan tenaga dari tempat tersebut. Bila perlu Daop IV PT Kereta Api (Persero) langsung menempatkan 5 – 10 tenaga masinis dan teknisi dari Depo Lok Semarang Poncol untuk dididik merawat dan mengoperasionalkan lok uap di Ambarawa. Karena selama ini para masinis lok uap yang bertugas di Ambarawa adalah mantan masinis Depo Lok Semarang Poncol.
Langkah lainnya yang perlu diterapkan Daop IV PT Kereta Api (Persero) sebagai operator KA di wilayah Jateng bagian utara dan sebagian selatan, mengajak Pemerintah Provinsi Jateng sebagai regulator bekerjasama meningkatkan dan memperbaiki jalur Ambarawa – Tuntang agar dapat dilalui KA Wisata dan KA barang yang ditarik lok uap C1218 dan E1060. Bila peningkatan dan perbaikan jalur itu selesai secepatnya, dan operasional KA mulai berjalan, maka kedua lok uap tadi tidak akan dibawa ke Sumbar dan Solo. Karena alasan telah digunakan untuk operasional di jalur itu.
Kemudian untuk lintas Solo – Wonogiri dan Sumbar, sebaiknya tidak perlu mempertahankan keinginannya menggunakan lok uap untuk menarik rangkaian KA Wisata. Misalnya untuk lintas Solo – Wonogiri sebaiknya menggunakan lok D301/D300 dengan cat warna krem – hijau yang jauh tampil tak kalah klasik dengan lok uap, karena roda penggerak mirip dengan roda penggerak lok uap. Kemudian di Sumbar sebaiknya menggunakan lok diesel BB204 yang sama-sama menggunakan gerigi dan hingga saat ini banyak yang dibiarkan tidur di dalam depo walau sebenarnya tidak dalam kondisi rusak. Bukankah mengangkut lok uap dengan menggunakan kapal laut justru akan mengeluarkan biaya besar? Intinya KA Wisata, tidak harus ditarik dengan lok uap. Kalau nantinya di Indonesia seluruh unit lok uap sudah tidak mampu dioperasionalkan karena faktor langkanya suku cadang atau bahan baku kayu , apa boleh buat. Lebih baik di museumkan atau di monumenkan sebagai bagian saksi sejarah per KA an di Indonesia. Oleh sebab itu, biarlah Ambarawa menjadi basis lok uap satu-satunya di Indonesia milik PT Kereta Api (Persero). Biarlah lok-lok uap tetap menjadi penghuni depo/ museum. (Tamat)
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo


2 komentar:

Anonim mengatakan...

mas nugroho,saya baca di majalah KA katanya lok mak itam sudah dikembalikan ke sumbar

Nugroho Wahyu Utomo mengatakan...

Ya benar. Sebenarnya kami dari IRPS Semarang kurang se7 dengan pemindahan lok E1060 alias mak itam. Tuh lok kelas malet satu-satunya yang masih jalan di Ambarawa. Waktu datang ke Ambarawa tahun 1997 kondisinya masih rusak (kata Pak Sudono - KS Ambarawa waktu itu). Setelah susah payah diperbaiki kru Depo Lok Ambarawa dibawah pimpinan Pak Pujiono (KDT Ambarawa), akhirnya lok itu bisa jalan lagi. Namun menurut Pak Pujiono ternyata ukuran gerigi nya nggak sesuai dengan ukuran gerigi rel Ambarawa - Bedono. Persoalan lainnya pengoperasian lok E1060 akan lebih mahal, karena setelah menggeser posisi gerigi di dekat gandarnya (disesuaikan rel Ambarawa) maka pengoperasian gerigi harus memiliki tenaga khusus saat menanjak perbukitan. Intinya biaya operasionalnya jauh lebih mahal nantinya dibandingkan lok B2502 dan B2503 yang sama2 bergerigi. Akhirnya lok E1060 hanya digunakan untuk lintas datar yaitu hanya sampai Jambu. Rencananya setelah Ambarawa-Tuntang bisa dilalui lok lagi, maka lok itu akan dioperasionalkan ke Tuntang pula. Namun sudah keburu diambil Divre 2 Sumbar untuk KA Wisata nun jauh di sono.