Naik kereta api wisata memang berbeda dengan naik kereta api dewasa ini seperti KA Argo Bromo Anggrek, Bima, dll. Perbedaan pertama adalah KA Wisata yang beroperasi di line Ambarawa - Bedono pp ditarik lokomotif uap B2502/B2503 dan keretanya menggunakan kereta kayu, sudah gitu relnya bergerigi. Kalau soal bergerigi mungkin hanya bisa disamai oleh KA wisata yang ada di Sumbar wilayahnya Divre II. Perbedaan kedua inilah yang menjadi perbincangan bahkan celotehan para railfan (pecinta KA) saat naik KA Wisata yaitu nggak ada pedagang asongan / makanan yang lalu lalang menawarkan makanan atau barang-barang kepada penumpang. Mungkin kondisi itu terjadi ketika jalur Ambarawa-Bedono-Magelang-Muntilan-Sleman-Yogya masih aktif. Entah karena apa mungkin karena adanya penertiban aturan main dari pihak museum yang melarang pedagang masuk ke KA berharga sewa Rp 3,5 juta. Nah, karena nggak ada penjual makanan/ minuman/ asongan, wajar bila para railfan kerap berteriak dengan celoteh:....ya nasi...nasi...nasi...nasi bungkus/ yang haus...yang haus...yang haus...ya Aqua...Aqua...Aqua/ ...nasi pecelnya mas...nasi pecel Gambringan mas... Begitulah celotehan yang tentu saja membuat tertawa seisi kereta wisata tak ketinggalan kru KA Wisata. Bahkan ketika KA berhenti di Stasiun Jambu, ada yang berteriak...awas perhatikan jalur dua segera melintas KA Argo Muria...(menirukan petugas PPKA stasiun). Ketika beberapa railfan naik di kabin lok uap, salah seorang temannya berteriak dengan kalimat yang menakut-nakuti...hei turun ...awas ada PS (Pemeriksaan Setempat!! Padahal di KA Wisata selama perjalanan nggak ada PS. Bahkan PS yang marah-marah bila ada penumpang naik di kabin lok uap pun nggak ada. Lagi-lagi semua pada ketawa cekikikan termasuk kru KA Wisata. Coba kalau naik di kabin lok diesel, tentu kalau ketahuan PS, penumpang itu akan di"nyanyiin" lagu nya Matta ...wo o ...kamu ketahuan...naik di kabin...dengan diam-diam (maksudnya dimarahi PS dengan kalimat meminta mereka segera turun). Ya inilah yang membedakan atmosfir KA Wisata dengan KA lainnya. Suasananya jauh lebih akrab, sembari menikmati pemandangan alam berupa hamparan sawah dan bukit serta Gunung Telomoyo yang megah mengagumkan.
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Minggu, 26 Oktober 2008
Jumat, 17 Oktober 2008
Selamatkan Lok Uap Ambarawa (2-habis)
MINIM TENAGA
Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di Museum KA Ambarawa dan Depo Lok Ambarawa, bahwa jumlah tenaga yang mampu menjalankan lokomotif uap semakin berkurang. Sementara informasi yang diperoleh bahwa nantinya bila lok uap tersebut jadi dibawa ke Sumbar dan Solo, akan melibatkan tenaga dari Museum KA Ambarawa, baik itu tenaga masinis maupun teknisi. Lantas siapakah yang akan mengoperasikan dan merawat lok uap di Ambarawa yang tersisa dan masih aktif? Siapakah yang akan melayani para pengguna KA Wisata yang telah mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk paket perjalanan itu? Berkurangnya jumlah tenaga operasional KA Wisata khususnya lok uap justru akan membawa bencana bagi Museum KA Ambarawa. Akibatnya KA Wisata lintas Ambarawa-Bedono tidak beroperasi. Pengunjung kecewa dan pemasukan Museum KA Ambarawa hanya mengandalkan lori wisata Ambarawa – Tuntang serta tariff masuk museum, akan merosot drastis.
Sementara itu Daop IV PT Kereta Api (Persero) sendiri telah melakukan kesalahan besar dengan lambatnya regenerasi masinis dan teknisi di lingkungan Depo Lok Ambarawa. Menurut Pujiono, para masinis lok uap yang telah menjalani masa pensiun, masih sanggup diminta bantuannya menjalankan lok uap. Namun apakah selamanya akan menggantungkan dari mereka. Bukan bermaksud mengecilkan kemampuan lantaran telah pensiun, namun mereka yang senior hendaknya segera membagikan ilmu nya kepada yunior dan selanjutnya terjadi estafet dalam hal perawatan dan operasional lok uap. Apalagi dengan rencana penarikan dua lok uap keluar dari wilayah Museum-Depo lok uap KA Ambarawa yang melibatkan tenaga dari tempat tersebut. Bila perlu Daop IV PT Kereta Api (Persero) langsung menempatkan 5 – 10 tenaga masinis dan teknisi dari Depo Lok Semarang Poncol untuk dididik merawat dan mengoperasionalkan lok uap di Ambarawa. Karena selama ini para masinis lok uap yang bertugas di Ambarawa adalah mantan masinis Depo Lok Semarang Poncol.
Langkah lainnya yang perlu diterapkan Daop IV PT Kereta Api (Persero) sebagai operator KA di wilayah Jateng bagian utara dan sebagian selatan, mengajak Pemerintah Provinsi Jateng sebagai regulator bekerjasama meningkatkan dan memperbaiki jalur Ambarawa – Tuntang agar dapat dilalui KA Wisata dan KA barang yang ditarik lok uap C1218 dan E1060. Bila peningkatan dan perbaikan jalur itu selesai secepatnya, dan operasional KA mulai berjalan, maka kedua lok uap tadi tidak akan dibawa ke Sumbar dan Solo. Karena alasan telah digunakan untuk operasional di jalur itu.
Kemudian untuk lintas Solo – Wonogiri dan Sumbar, sebaiknya tidak perlu mempertahankan keinginannya menggunakan lok uap untuk menarik rangkaian KA Wisata. Misalnya untuk lintas Solo – Wonogiri sebaiknya menggunakan lok D301/D300 dengan cat warna krem – hijau yang jauh tampil tak kalah klasik dengan lok uap, karena roda penggerak mirip dengan roda penggerak lok uap. Kemudian di Sumbar sebaiknya menggunakan lok diesel BB204 yang sama-sama menggunakan gerigi dan hingga saat ini banyak yang dibiarkan tidur di dalam depo walau sebenarnya tidak dalam kondisi rusak. Bukankah mengangkut lok uap dengan menggunakan kapal laut justru akan mengeluarkan biaya besar? Intinya KA Wisata, tidak harus ditarik dengan lok uap. Kalau nantinya di Indonesia seluruh unit lok uap sudah tidak mampu dioperasionalkan karena faktor langkanya suku cadang atau bahan baku kayu , apa boleh buat. Lebih baik di museumkan atau di monumenkan sebagai bagian saksi sejarah per KA an di Indonesia. Oleh sebab itu, biarlah Ambarawa menjadi basis lok uap satu-satunya di Indonesia milik PT Kereta Api (Persero). Biarlah lok-lok uap tetap menjadi penghuni depo/ museum. (Tamat)
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di Museum KA Ambarawa dan Depo Lok Ambarawa, bahwa jumlah tenaga yang mampu menjalankan lokomotif uap semakin berkurang. Sementara informasi yang diperoleh bahwa nantinya bila lok uap tersebut jadi dibawa ke Sumbar dan Solo, akan melibatkan tenaga dari Museum KA Ambarawa, baik itu tenaga masinis maupun teknisi. Lantas siapakah yang akan mengoperasikan dan merawat lok uap di Ambarawa yang tersisa dan masih aktif? Siapakah yang akan melayani para pengguna KA Wisata yang telah mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk paket perjalanan itu? Berkurangnya jumlah tenaga operasional KA Wisata khususnya lok uap justru akan membawa bencana bagi Museum KA Ambarawa. Akibatnya KA Wisata lintas Ambarawa-Bedono tidak beroperasi. Pengunjung kecewa dan pemasukan Museum KA Ambarawa hanya mengandalkan lori wisata Ambarawa – Tuntang serta tariff masuk museum, akan merosot drastis.
Sementara itu Daop IV PT Kereta Api (Persero) sendiri telah melakukan kesalahan besar dengan lambatnya regenerasi masinis dan teknisi di lingkungan Depo Lok Ambarawa. Menurut Pujiono, para masinis lok uap yang telah menjalani masa pensiun, masih sanggup diminta bantuannya menjalankan lok uap. Namun apakah selamanya akan menggantungkan dari mereka. Bukan bermaksud mengecilkan kemampuan lantaran telah pensiun, namun mereka yang senior hendaknya segera membagikan ilmu nya kepada yunior dan selanjutnya terjadi estafet dalam hal perawatan dan operasional lok uap. Apalagi dengan rencana penarikan dua lok uap keluar dari wilayah Museum-Depo lok uap KA Ambarawa yang melibatkan tenaga dari tempat tersebut. Bila perlu Daop IV PT Kereta Api (Persero) langsung menempatkan 5 – 10 tenaga masinis dan teknisi dari Depo Lok Semarang Poncol untuk dididik merawat dan mengoperasionalkan lok uap di Ambarawa. Karena selama ini para masinis lok uap yang bertugas di Ambarawa adalah mantan masinis Depo Lok Semarang Poncol.
Langkah lainnya yang perlu diterapkan Daop IV PT Kereta Api (Persero) sebagai operator KA di wilayah Jateng bagian utara dan sebagian selatan, mengajak Pemerintah Provinsi Jateng sebagai regulator bekerjasama meningkatkan dan memperbaiki jalur Ambarawa – Tuntang agar dapat dilalui KA Wisata dan KA barang yang ditarik lok uap C1218 dan E1060. Bila peningkatan dan perbaikan jalur itu selesai secepatnya, dan operasional KA mulai berjalan, maka kedua lok uap tadi tidak akan dibawa ke Sumbar dan Solo. Karena alasan telah digunakan untuk operasional di jalur itu.
Kemudian untuk lintas Solo – Wonogiri dan Sumbar, sebaiknya tidak perlu mempertahankan keinginannya menggunakan lok uap untuk menarik rangkaian KA Wisata. Misalnya untuk lintas Solo – Wonogiri sebaiknya menggunakan lok D301/D300 dengan cat warna krem – hijau yang jauh tampil tak kalah klasik dengan lok uap, karena roda penggerak mirip dengan roda penggerak lok uap. Kemudian di Sumbar sebaiknya menggunakan lok diesel BB204 yang sama-sama menggunakan gerigi dan hingga saat ini banyak yang dibiarkan tidur di dalam depo walau sebenarnya tidak dalam kondisi rusak. Bukankah mengangkut lok uap dengan menggunakan kapal laut justru akan mengeluarkan biaya besar? Intinya KA Wisata, tidak harus ditarik dengan lok uap. Kalau nantinya di Indonesia seluruh unit lok uap sudah tidak mampu dioperasionalkan karena faktor langkanya suku cadang atau bahan baku kayu , apa boleh buat. Lebih baik di museumkan atau di monumenkan sebagai bagian saksi sejarah per KA an di Indonesia. Oleh sebab itu, biarlah Ambarawa menjadi basis lok uap satu-satunya di Indonesia milik PT Kereta Api (Persero). Biarlah lok-lok uap tetap menjadi penghuni depo/ museum. (Tamat)
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Selamatkan Lok Uap Ambarawa (1)
PADA bulan Ramadhan yang lalu, penulis dikejutkan oleh berita rencana penarikan kembali lokomotif uap E1060 ke habitatnya di Sumatera Barat. Info tersebut diperoleh penulis dari Kepala Depo Traksi (KDT) Ambarawa Pujiono ketika secara tidak sengaja bertemu di dekat pusat perbelanjaan di kawasan Simpang Lima Semarang. Sebelumnya memang penulis telah mendapatkan informasi terkait penarikan lokomotif yang dijuluki mak itam itu dari salah seorang kru Museum KA Ambarawa. Namun informasi itu tidak digubris lantaran dianggap informasi masa lalu ketika Bapak Sudono (eks Kepala Museum KA Ambarawa) masih bertugas di tempat tersebut. Saat itu Kepala Daop IV PT Kereta Api (Persero) masih dijabat oleh Bapak Rono Pradipto, juga kurang menyetujui rencana penarikan lokomotif bergandar penggerak lima itu.
Tetapi berita yang disampaikan Pak Pujiono bukan berita isapan jempol belaka. Karena Pak Pujiono yang menangani dan bertanggung jawab terhadap perawatan koleksi lokomotif uap di depo seperti Lok B2502, B2503, C1218, dan tentu saja E1060. Otomatis segala sesuatu yang berkaitan dengan lokomotif uap di depo akan berhubungan langsung dengan KDT nya. Sebelum berita E1060 akan diminta kembali Divre II PT Kereta Api (Persero) Sumbar, muncul berita yang menyebutkan lokomotif uap B2501 di Palagan Ambarawa akan ditarik ke Solo untuk kepentingan KA Wisata lintas Solo – Wonogiri. Namun informasi tadi belakangan berubah dengan rencana ditariknya lokomotif C1218 ke Solo untuk kepentingan yang sama. Padahal lokomotif C1218 yang baru saja dipreservasi sejak tahun 2006 lalu lebih pas bila dioperasionalkan untuk lintas Ambarawa – Tuntang kelak bila track tersebut telah diperbaiki. Begitu pula lokomotif E1060 walaupun bergerigi, namun lebih tepat dioperasionalkan untuk lintas yang menyusuri obyek wisata Rawa Pening dan kawasan Banyubiru itu. Sebab menurut Pujiono, meskipun gerigi lok E1060 telah disetarakan dengan letak gerigi rel lintas Ambarawa-Jambu-Bedono, namun medannya dianggap kurang memungkinkan bagi lok itu sendiri. Akibatnya hanya lok B2502 dan B2503 yang mampu menghela rangkaian KA Wisata lintas Ambarawa – Bedono.
Melihat kondisi lok E1060 dan C1218 yang nganggur di depo, penulis pernah mengusulkan (bahkan menulis melalui rubrik Wacana Lokal – Harian Suara Merdeka edisi 2 Agustus 2008, hal L -Peningkatan Jalur KA Ambarawa – Tuntang) agar lokomotif C1218 dan E1060 diaktifkan untuk menarik KA Wisata Ambarawa – Tuntang dan KA barang seandainya jalur itu telah diperbaiki. Karena selama ini jalur tersebut kondisinya belum memungkinkan untuk dilalui KA dan baru sebatas lori wisata. Karena apa gunanya kedua lok tersebut didatangkan jauh-jauh (E1060 dari Padang dan C1218 dari Cepu) serta diperbaiki dengan susah payah oleh kru depo dengan biaya tidak sedikit, akhirnya mangkrak tak berfungsi. Kemungkinan melihat tidur nya kedua lok itu, ada pihak yang ingin memanfaatkan untuk kepentingan KA Wisata. Secara kebetulan lok E1060 adalah awal mulanya milik Divre II Sumbar, jadi akhirnya mereka menagih bekas aset nya yang pernah dikirim tahun 1997 ke Ambarawa. Padahal ketika lok tersebut didatangkan ke Ambarawa, menurut Bapak Sudono dalam kondisi rusak. Kini setelah lok tersebut sehat, akan diminta lagi. Memangnya Depo Lok Ambarawa ini tempat service bagi lok uap bermasalah? (bersambung)
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Tetapi berita yang disampaikan Pak Pujiono bukan berita isapan jempol belaka. Karena Pak Pujiono yang menangani dan bertanggung jawab terhadap perawatan koleksi lokomotif uap di depo seperti Lok B2502, B2503, C1218, dan tentu saja E1060. Otomatis segala sesuatu yang berkaitan dengan lokomotif uap di depo akan berhubungan langsung dengan KDT nya. Sebelum berita E1060 akan diminta kembali Divre II PT Kereta Api (Persero) Sumbar, muncul berita yang menyebutkan lokomotif uap B2501 di Palagan Ambarawa akan ditarik ke Solo untuk kepentingan KA Wisata lintas Solo – Wonogiri. Namun informasi tadi belakangan berubah dengan rencana ditariknya lokomotif C1218 ke Solo untuk kepentingan yang sama. Padahal lokomotif C1218 yang baru saja dipreservasi sejak tahun 2006 lalu lebih pas bila dioperasionalkan untuk lintas Ambarawa – Tuntang kelak bila track tersebut telah diperbaiki. Begitu pula lokomotif E1060 walaupun bergerigi, namun lebih tepat dioperasionalkan untuk lintas yang menyusuri obyek wisata Rawa Pening dan kawasan Banyubiru itu. Sebab menurut Pujiono, meskipun gerigi lok E1060 telah disetarakan dengan letak gerigi rel lintas Ambarawa-Jambu-Bedono, namun medannya dianggap kurang memungkinkan bagi lok itu sendiri. Akibatnya hanya lok B2502 dan B2503 yang mampu menghela rangkaian KA Wisata lintas Ambarawa – Bedono.
Melihat kondisi lok E1060 dan C1218 yang nganggur di depo, penulis pernah mengusulkan (bahkan menulis melalui rubrik Wacana Lokal – Harian Suara Merdeka edisi 2 Agustus 2008, hal L -Peningkatan Jalur KA Ambarawa – Tuntang) agar lokomotif C1218 dan E1060 diaktifkan untuk menarik KA Wisata Ambarawa – Tuntang dan KA barang seandainya jalur itu telah diperbaiki. Karena selama ini jalur tersebut kondisinya belum memungkinkan untuk dilalui KA dan baru sebatas lori wisata. Karena apa gunanya kedua lok tersebut didatangkan jauh-jauh (E1060 dari Padang dan C1218 dari Cepu) serta diperbaiki dengan susah payah oleh kru depo dengan biaya tidak sedikit, akhirnya mangkrak tak berfungsi. Kemungkinan melihat tidur nya kedua lok itu, ada pihak yang ingin memanfaatkan untuk kepentingan KA Wisata. Secara kebetulan lok E1060 adalah awal mulanya milik Divre II Sumbar, jadi akhirnya mereka menagih bekas aset nya yang pernah dikirim tahun 1997 ke Ambarawa. Padahal ketika lok tersebut didatangkan ke Ambarawa, menurut Bapak Sudono dalam kondisi rusak. Kini setelah lok tersebut sehat, akan diminta lagi. Memangnya Depo Lok Ambarawa ini tempat service bagi lok uap bermasalah? (bersambung)
Jayalah KA Indonesia...semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Selasa, 14 Oktober 2008
Bila Track Depo Lok SMC-Depo Lok DH-SMC Aktif (2-habis)
Keesokan harinya (Selasa, 14/10) aku balas dendam dengan memotret beberapa perkembangan dan kekurangan di lintas Depo Lok SMC-Depo Lok DH-Stasiun SMC. Sebelumnya aku menyempatkan diri ke counter railshop membeli Majalah KA edisi Oktober 2008 yang sempat kehabisan dan pesan lewat Pak Margono dari KATV hari Selasa itu pula. Dalam perjalanan dari Stasiun Semarang Tawang (SMT) aku menyusuri rel sampai pos perlintasan Jalan Petek. Ternyata track di dekat pintu perlintasan Stasiun SMT bantalan betonnya banyak yang pecah. Diduga akibat ada benturan antara roda kereta / lok dengan bantalan beton itu sendiri. Aku langsung mengambil gambarnya. Menurut petugas pos perlintasan Jalan Petek, memang jarang terjadi ada anjlokan KA di dekat Stasiun SMT. Petugas itu malah menyangka kalau bantalan beton itu pecah lantaran rantai kereta/ lok jatuh menimpa bantalan beton. Aku langsung menilai bahwa kualitas bantalan beton itu sangat kurang karena terkena benturan keras rantai kereta saja sudah pecah. Selain itu antara bantalan satu dengan lainnya yang harusnya terisi batu kricak, justru kurang terisi penuh. Karena bila bantalan itu pecah dengan kondisi minimnya batu-batu kricak di antara bantalan satu dengan lainnya, akan menyebabkan kondisi rel tidak stabil. Beruntung jalur tersebut merupakan jalur yang dilalui KA dengan kecepatan maksimum 50 - 10 km/jam karena akan memasuki wesel-wesel percabangan rel di Stasiun SMT. Tetapi kondisi rel itu tetap membahayakan berapapun kecepatan KA yang melintas. Aku baru sampai di depo Lok SMC untuk memotret jalur Depo Lok SMC-Depo Lok DH-Stasiun SMC setelah KA Barang GGW yang ditarik lok CC20170 milik depo lok JNG melintas dari arah barat (SMC) ke arah timur (SMT). Ketika memasuki depo lok SMC aku menemui lok BB30125 milik Depo Lok Madiun tengah stabling di dekat lok D30117 milik Depo Lok Cepu. Dua lok DH ini rencananya digunakan sebagai lok "yuyu kangkang" bila Stasiun SMT banjir. Tetapi ketika sampai di peron Stasiun SMC, salah seorang pedagang yang mengenalku sbagai pecinta KA (padahal aslinya sudah out sejak 12/1-2008), wartawan, dan penulis masalah KA di Suara Merdeka, melaporkan kalau sekitar pukul 13.00 terjadi kebakaran di cerobong asap lok DH (lok D30117) yang tengah langsir dari SMC-depo lok SMC karena melangsir KA Tawang Jaya. Beruntung api dapat dipadamkan dan tidak ada korban. Ketika aku sampai di depo sebelumnya, kondisi lok sudah cukup baik. Tetapi aku masih bertanya kok bisa-bisanya cerobong asapnya terbakar. Kalau mesinnya terbakar, aku sudah bisa membayangkan. Saat sedang ngobrol dengan pedagang tadi, tiba-tiba jalur 1 masuk lok BB20008 yang menarik KRD Pandanwangi dari Solo Balapan. Wah, kok Pandanwangi, kenapa bukan KRD Kaligung dari Tegal yang begitu banyak "bidadari-bidadari" (cewek-cewek cantik mahasiswi) Tegal turun dari dalam KRD itu. Lumayan... buat cuci mata. sekian hasil penelitianku...from PeKAMatra (Peduli Kereta Api Masinis Putra). (Tamat)
Jayalah KA Indonesia... Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Jayalah KA Indonesia... Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Bila Track Depo Lok SMC-Depo Lok DH-SMC Aktif (1)
Lama nggak melakukan penelitian di lingkungan PT Kereta Api khususnya Daop IV, akhirnya hari Senin (13/10) aku putuskan untuk melakukan penelitian. Sasaran penelitian pertama adalah Depo Lok Semarang Poncol (SMC). Ya sekalian aku bersilaturahmi lebaran, karena semenjak lebaran lalu (1-2/10) aku belum pernah menginjakkan kaki dan bertatap muka dengan para kru Depo Lok SMC. Setelah ngobrol sebentar dengan Pak Sutiyono (Ka Ur Luar Depo) dan kru lainnya, aku langsung melakukan kegiatan penelitian. Pertama yang aku datangi adalah jalur menuju depo lok DH yang sebelumnya sempat mangkrak tak terawat. Kelak bila depo lok DH yang merupakan depo lok SMC yang asli (bekas depo lok uap C28) dan di dalamnya terdapat 3 track difungsikan lagi, maka bila ditambah dengan track di depo lok SMC saat ini berjumlah 7 track, berarti depo lok SMC total memiliki 10 track. Salah satu track ke depo lok DH yang kini menjadi tempat mangkal lok DH dan KRD mangkrak ada yang menuju Stasiun SMC. Tahun 2007 ketika aku meliput untuk edisi khusus daop IV Majalah KA, jalur ke arah depo lok DH-Stasiun SMC masih kurang terawat dan besi rel banyak yang hilang. Namun sebelum lebaran lalu, aku sudah melihat perkembangan yang cukup baik dengan akan diaktifkannya track ke depo lok DH. Beberapa lok DH macam lok D30142 dan BB300 warna putih dan sudah rusak, nampak dikeluarkan dari track yang akan diaktifkan. Sebelumnya track ini juga dipenuhi rerumputan liar setinggi paha orang dewasa dan deretan lok DH tak berplat nomor serta KRD. Kini track ini sudah bersih dan beberapa kru nampak memberi batu kricak untuk balas rel. Namun beberapa kekurangan masih aku temui di jalur rel Depo Lok SMC-Depo Lok DH-Stasiun SMC. Pertama beberapa bantalan plat baja nampak berkarat akibat terlalu lama terendam dalam tanah yang kondisinya jenuh lantaran pori-pori tanahnya terisi air rob. Bantalan rel yang digunakan track ke arah depo lok SMC dari depo lok DH nampak gado-gado. Kenapa dibilang gado-gado? Karena ada yang menggunakan bantalan kayu, plat baja, sampai beton. Kalau memakai bantalan beton dan plat baja, maka penambatnya menggunakan penambat rel pandrol. Tetapi bila menggunakan bantalan kayu, menggunakan penambat kaku yang sebenarnya sudah nggak layak digunakan karena rawan pencurian. Begitu pula penambat rel pandrol masih rawan pencurian. Yang mengejutkan meskipun memakai bantalan kayu, toh bantalan tersebut masih cukup kuat untuk menopang besi rel R25. Padahal bantalan kayu itu terendam lama di dalam tanah bercampur rob. Mengingatkan pada bantalan rel di Stasiun Tuntang yang saat dibongkar dari rendaman tanah selama 29 tahun (1977-2006), masih terawat baik. Suatu pemandangan yang mengejutkan adalah beberapa bantalan kayu dan plat baja yang terdapat di jalur menuju Stasiun SMC dari depo lok Dh, penambat relnya banyak yang hilang. Sebagai pengganti, bantalan rel itu dilas. Pada proses pengelasan itu hanya bersifat sementara, karena dikhawatirkan las itu akan terlepas akibat getaran mesin lok yang melintas dan bila dibiarkan bisa menyebabkan besi rel bergeser ke samping dan lok akan anjlok. Kondisi ini mengingatkan pada kondisi rel lintas Ambarawa - Tuntang, sehingga itulah alasannya mengapa pihak Mus KA Ambarawa tak berani mengoperasikan lok uap di track itu dan hanya berani mengoperasikan lori motor.
Setelah puas mencatat dan melakukan penelitian, aku lalu mengeluarkan kamera digital dari dalam tas. Sial, kondisi kameraku yang sudah pernah jatuh 3 x menyebabkan penutup batere nya nyempal, dan batere keburu cepat habis. Akibatnya batera tidak bisa conect sehingga kamera kerap mati. Beruntung bukan pas tugas liputan. Karena walau bagaimanapun juga yang namanya kamera adalah senjata yang mesti dibawa oleh wartawan seperti aku. Nah, pas lagi bokek, kamera rusak. Harus beli baru lagi nih. Untuk sementara aku "cumi" (cuman minjem) kamera digital milik keponakanku. (bersambung)
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Langganan:
Postingan (Atom)