Ketika tengah melakukan kegiatan liputan di Hotel Horison Semarang, Sabtu (22/11) siang, tiba-tiba salah seorang rekan wartawan Kompas angkat kaki dari ruang tempat liputan di lantai 2. "Mas, kabarnya Stasiun Tawang banjir...," kata teman wartawan dari Kompas itu seraya ngeloyor. "Ok deh, entar nanti aku kesana...," kataku. Tak lama setelah liputan rampung, aku bergegas menuju Stasiun Poncol. Stasiun Poncol? Ya, soalnya aku memang mau meneliti seberapa parah banjir yang menggenangi Stasiun Tawang dilihat dari jumlah lokomotif diesel elektrick yang tertahan di Stasiun Poncol. Kalau di Stasiun Poncol KA dari arah barat yang ditarik lok diesel elektrick tidak ada yang tertahan, berarti banjir di stasiun Tawang memang tidak terlalu parah atau tidak terlalu bahaya dilalui lokomotif diesel elektrick macam BB200, CC201, atau CC203. Pasalnya bila transmisi elektrick yang terdapat dalam motor traksi dekat roda penggerak itu terkena genangan air banjir akibatnya bisa terjadi arus pendek dan menyebabkan lokomotif itu mogok. Lain halnya dengan lokomotif diesel hidrolik produksi Fried Krupp Jerman macam Lok D301, BB300, BB301, atau BB304, termasuk yang produksi Heinscel Jerman yaitu BB303, karena menggunakan transmisi hidrolik, maka lok jenis itu bebas melenggang di genangan banjir. Itulah sebabnya lok diesel hidrolik yang stabling di Depo Lok Semarang Poncol macam Lok D30117 dari Sub Depo Lok Cepu, Lok D30103 dari Sub Depo Lok Tegal, Lok BB30012 dan BB30024 dari Sub Depo Lok Cepu, atau Lok BB30125 yang jauh-jauh dari kota brem (Depo Lok Madiun), kerap dijuluki "Yuyu Kangkang". Mengingatkan pada kisah Ande-Ande Lumut yang menampilkan binatang air sungai "yuyu Kangkang" mengantarkan puteri yang akan melamar Ande-Ande Lumut menyeberang sungai.
Ketika aku sampai di kawasan Depo - Stasiun Poncol, ternyata lokomotif diesel elektrick bebas berlalu lalang Poncol-Tawang. Apakah banjir di Tawang sudah surut? Belum. Ternyata wilayah yang tergenang banjir adalah peron dan tempat penjualan tiket, termasuk kantor PPKA, ruang tunggu eksekutif, ruang masinis...pokoknya rel di seluruh spoor Stasiun Tawang yang telah ditinggikan 35 cm dari ketinggian sebelumnya, sudah aman dari banjir. Sehingga lok diesel elektrik bisa keluar masuk stasiun Tawang tanpa harus digantikan perannya lok diesel hidrolik. Sebelumnya KA yang datang dari arah barat misalnya Argo Bromo Anggrek bila Stasiun Tawang banjir, harus tertahan di Stasiun Poncol dan perannya digantikan lok diesel hidrolik memasuki Stasiun Tawang sampai keluar dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Alas Tuwa. Di Alas Tuwa, lok diesel hidrolik yang telah berjasa melangsir KA Argo Bromo Anggrek digantikan perannya oleh lok diesel elektrick yang singgah dan siap menarik Argo Bromo Anggrek dari Alas Tuwa sampai finish di Stasiun Surabaya Pasar Turi. Makanya pihak Daop IV PT KA nggak mau dibikin repot dengan adanya gonta-ganti lok hanya karena masalah banjir di Tawang. Solusinya adalah rel harus ditinggikan lagi setinggi 35 cm dari tinggi sebelumnya. Padahal menurutku itu hanya sementara, dan bukan solusi yang tepat. Pasalnya kondisi permukaan tanah di kota Semarang khususnya di bagian bawah seperti kawasan Tawang merupakan kawasan yang rawan penurunan. Penyebabnya, maraknya penduduk membangun sumur air tanah dan pembangunan gedung bertingkat dengan pondasi tiang pancang, justru akan mengurangi kadar air tanah dan akibatnya pori-pori tanah kosong hingga menyebabkan permukaan tanah turun secara perlahan. Tak heran bila akhirnya bencana banjir rob juga turut menerjang kawasan itu. Penelitianku akhirnya memutuskan semacam solusi yang dirasakan sangat mahal biayanya namun manfaatnya cukup besar, Stasiun Tawang dan Stasiun Poncol termasuk Depo Lok, Depo Kereta, Depo Mekanik posisinya ditinggikan relnya dengan sistem rel layang, persis yang dilakukan di Stasiun Gambir dan Stasiun Jakarta Kota (Beos). Dengan dibangunnya rel layang termasuk spoor yang ada di Poncol dan Tawang, maka akan terbebas dari banjir. Itu pertama, yang kedua rel utama termasuk spoor di stasiun akan bersih dari para pejalan kaki dan pedagang asongan. Bahkan tidak ada lagi orang memasuki stasiun lewat pintu perlintasan KA, jadi orang yang masuk stasiun harus membayar retribusi berupa beli tiket peron. Lantas bagaimana dengan pos-pos perlintasan KA? Justru dengan masih minimnya kesadaran pemakai jalan raya yang kerap menerabas pintu perlintasan saat KA akan lewat, maka pembangunan rel layang justru menjadikan zero accident antara KA dengan pengguna jalan. Para petugasnya kemudian dialihkan menjaga perlintasan liar, guna menghindari tabrakan KA dengan pengguna jalan. Solusi ini pernah aku tulis dalam rubrik Wacana Lokal Harian Suara Merdeka edisi tanggal 15 September 2008. Namun nampaknya pihak Daop IV PT KA masih memikirkan solusi yang aku tulis tadi atau memang belum mendapatkan dana cukup besar guna mewujudkan solusiku tadi.
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Rabu, 26 November 2008
Peninggian Rel Perlintasan Jalan Kaligawe
Hari Kamis (13/11) saat mau bertandang ke kantor redaksi Harian Suara Merdeka Jalan Kaligawe Semarang, aku dikejutkan oleh kemacetan lalu lintas dari Jembatan Kali Banjir Kanal Timur hingga pintu perlintasan KA. Semula aku kira habis ada KA melintas waktu itu pukul 13.00 WIB, jadi dugaanku yang melintas adalah KA Argo Bromo Anggrek dari Surabaya Pasar Turi (SBI) ke Jakarta Gambir. Tetapi saat akan mendekat pos perlintasan KA, kok ada orang berkerumun. Apakah ada kecelakaan pengendara motor tertabrak KA? Ternyata setelah melintas, aku melihat orang berkerumun di perlintasan KA adalah para pekerja unit jalan dan jembatan KA yang tengah membongkar dan meninggikan posisi rel menjadi 35 cm dari ketinggian sebelumnya. Wah, bisa buat penelitian PeKAMatra (Peduli KA Masinis Putra) nih, nanti dari Suara Merdeka aku mau kesana. Usai dari kantor Suara Merdeka, aku langsung menyambangi perlintasan yang tengah ditinggikan itu. Semula proyek peninggian rel KA di perlintasan Jalan Kaligawe akan dilakukan akhir September 2008 lalu menjelang Hari Raya Idul Fitri. Namun diurungkan karena dikhawatirkan akan mengakibatkan kemacetan lalin arus mudik dan balik. Ketika aku sampai di pos perlintasan, seorang penjaga pos perlintasan bernama Pak Mul langsung berseru...wah wartawanne teko (wah wartawannya datang). Aku langsung meminta izin kepada pengawas proyek sekaligus ngobrol dengan mereka. Beberapa proses pengerukan balas tengah dilakukan pekerja. Namun aku nggak sempat menyaksikan proses pengangkatan relnya. Pasalnya ketika aku sampai di pos perlintasan, posisi rel yang melintang di jalan raya sudah dibenamkan sebagian kecuali kepala rel dan ditutup sementara dengan karung berisi pasir. "Peninggian hari ini (Kamis, 13/11) sudah mencapai 18 cm, artinya masih kurang 17 cm lagi," kata petugas pengawas. Petugas sendiri belum bisa memastikan kapan rel itu akan ditinggikan lagi, karena tergantung pada padat tidaknya jadwal KA melintas. Umumnya dilakukan siang hari antara pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB, karena KA yang melintas saat itu relatif sepi. Mengenai bantalan kayu yang dipakai, bukan bantalan beton pada lintasan yang menyeberang, petugas yang enggan disebut namanya itu menjelaskan karena konstruksi bantalan kayu justru lebih kuat saat dilintasi KA selain faktor lendutan yang cukup bagus. Kuat disini adalah kuat terhadap getaran saat KA melintas apalagi bantalan tersebut ditindih dengan lapisan plat besi atau aspal untuk menahan besi rel saat melintang di jalan raya. Bantalan kayu yang terakhir di pasang bulan Desember 2002 lalu, kini kondisi ketebalannya sudah di bawah dari ukuran standard yaitu dibawah 18 cm. Sedangkan bantalan beton ketebalan ukuran standard adalah 22 cm. Penggantian bantalan ini untuk menunjang besarnya kecepatan KA yang melintas, misalnya KA Argo Bromo Anggrek yang biasanya melintas dengan kecepatan 100 - 120 km/jam. Ausnya bantalan kayu yang terbenam di bawah jalan raya, disebabkan oleh faktor usia bantalan kayu, dan rembesan air rob yang semakin parah mengancam wilayah Semarang bagian bawah. Sayangnya, untuk penambatnya masih menggunakan penambat tipe pandrol. Walaupun penambat tersebut dibenamkan di bawah badan jalan raya beraspal sehingga bebas dari kasus pencurian, namun apakah tidak sebaiknya menggunakan penambat tipe Clip yang jauh lebih aman. Bahkan ruas rel di sekitar perlintasan Jalan Kaligawe seperti di kawasan kampung Karang Kimpul dan Tambak Lorok, masih menggunakan tipe pandrol yang rawan pencurian. Sedangkan kawasan tersebut bagi masyarakat Semarang dikenal sebagai kawasan rawan kriminalitas. Mengenai bantalan kayu bekas yang baru saja dilepas dari rel, apakah nantinya juga akan diangkut ke Museum KA Ambarawa guna peningkatan jalur KA Ambarawa - Tuntang? Petugas tersebut belum berani menjawab dan semua diserahkan ke pihak Daop IV PT KA (Persero). Tak lama kemudian sirine pintu perlintasan berbunyi dan menutup sementara arus lalin Jalan Kaligawe. Ternyata yang akan melintas adalah KA 2 alias KA Argo Bromo Anggrek dari arah Stasiun Semarang Tawang (SMT) menuju Surabaya Pasar Turi (SBI). Seorang petugas membawa bendera hijau sambil melambai-lambaikan tanda semboyan 2c agar KA berjalan dengan kecepatan maks 5 km/jam. Saat akan melintas di rel yang tengah digerus balasnya, semula KA tersebut agak takut melintas, karena khawatir anjlok. Namun dengan kecepatan yang sangat minim, KA melintas di atas rel yang hanya mengandalkan kekuatan bantalan kayu baru sebagai penahan, jadi tanpa balas sama sekali. Lintasan KA berhasil sukses tanpa ada peristiwa anjlokan dan pintu perlintasan kembali dibuka. Tak kurang dari sepuluh menit, pintu perlintasan kembali ditutup. Usut punya usut yang akan melintas KRD Pandanwangi yang ditarik lok BB20021 dari arah Stasiun Alas Tuwa (ATA). "Pandanwangi sempat silangan dengan Argo Anggrek di Alas Tuwa," kata Pak Mul sembari menutup pintu perlintasan. Tampak petugas berlari-lari ke arah KA yang akan melintas sambil melambai-lambaikan bendera merah. Petugas tersebut langsung naik ke bodi lok bagian depan sambil memberi aba-aba ke masinis agar mengurangi kecepatannya karena akan melintas di rel yang belum diberi balas dan hanya mengandalkan bantalan kayu baru. KRD Pandanwangi melintas sukses tanpa celaka dan pintu perlintasan kembali dibuka. Aku langsung pamit pulang meninggalkan kesibukan pekerja di perlintasan KA Jalan Kaligawe.
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo
Langganan:
Postingan (Atom)