
Ketika aku sampai di kawasan Depo - Stasiun Poncol, ternyata lokomotif diesel elektrick bebas berlalu lalang Poncol-Tawang. Apakah banjir di Tawang sudah surut? Belum. Ternyata wilayah yang tergenang banjir adalah peron dan tempat penjualan tiket, termasuk kantor PPKA, ruang tunggu eksekutif, ruang masinis...pokoknya rel di seluruh spoor Stasiun Tawang yang telah ditinggikan 35 cm dari ketinggian sebelumnya, sudah aman dari banjir. Sehingga lok diesel elektrik bisa keluar masuk stasiun Tawang tanpa harus digantikan perannya lok diesel hidrolik. Sebelumnya KA yang datang dari arah barat misalnya Argo Bromo Anggrek bila Stasiun Tawang banjir, harus tertahan di Stasiun Poncol dan perannya digantikan lok diesel hidrolik memasuki Stasiun Tawang sampai keluar dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Alas Tuwa. Di Alas Tuwa, lok diesel hidrolik yang telah berjasa melangsir KA Argo Bromo Anggrek digantikan perannya oleh lok diesel elektrick yang singgah dan siap menarik Argo Bromo Anggrek dari Alas Tuwa sampai finish di Stasiun Surabaya Pasar Turi. Makanya pihak Daop IV PT KA nggak mau dibikin repot dengan adanya gonta-ganti lok hanya karena masalah banjir di Tawang. Solusinya adalah rel harus ditinggikan lagi setinggi 35 cm dari tinggi sebelumnya. Padahal menurutku itu hanya sementara, dan bukan solusi yang tepat. Pasalnya kondisi permukaan tanah di kota Semarang khususnya di bagian bawah seperti kawasan Tawang merupakan kawasan yang rawan penurunan. Penyebabnya, maraknya penduduk membangun sumur air tanah dan pembangunan gedung bertingkat dengan pondasi tiang pancang, justru akan mengurangi kadar air tanah dan akibatnya pori-pori tanah kosong hingga menyebabkan permukaan tanah turun secara perlahan. Tak heran bila akhirnya bencana banjir rob juga turut menerjang kawasan itu. Penelitianku akhirnya memutuskan semacam solusi yang dirasakan sangat mahal biayanya namun manfaatnya cukup besar, Stasiun Tawang dan Stasiun Poncol termasuk Depo Lok, Depo Kereta, Depo Mekanik posisinya ditinggikan relnya dengan sistem rel layang, persis yang dilakukan di Stasiun Gambir dan Stasiun Jakarta Kota (Beos). Dengan dibangunnya rel layang termasuk spoor yang ada di Poncol dan Tawang, maka akan terbebas dari banjir. Itu pertama, yang kedua rel utama termasuk spoor di stasiun akan bersih dari para pejalan kaki dan pedagang asongan. Bahkan tidak ada lagi orang memasuki stasiun lewat pintu perlintasan KA, jadi orang yang masuk stasiun harus membayar retribusi berupa beli tiket peron. Lantas bagaimana dengan pos-pos perlintasan KA? Justru dengan masih minimnya kesadaran pemakai jalan raya yang kerap menerabas pintu perlintasan saat KA akan lewat, maka pembangunan rel layang justru menjadikan zero accident antara KA dengan pengguna jalan. Para petugasnya kemudian dialihkan menjaga perlintasan liar, guna menghindari tabrakan KA dengan pengguna jalan. Solusi ini pernah aku tulis dalam rubrik Wacana Lokal Harian Suara Merdeka edisi tanggal 15 September 2008. Namun nampaknya pihak Daop IV PT KA masih memikirkan solusi yang aku tulis tadi atau memang belum mendapatkan dana cukup besar guna mewujudkan solusiku tadi.
Jayalah KA Indonesia...Semboyan 40/41
Nugroho Wahyu Utomo


